Tampilkan di aplikasi

Kisah ranu menanti matahari

Majalah Hidayatullah - Edisi 05/2017
22 Januari 2018

Majalah Hidayatullah - Edisi 05/2017

Di kalangan jurnalis, Ranu dikenal sebagai wartawan investigatif dengan spesialis tempat tempat maksiat, khususnya di Solo, Jawa Te ngah. Namun, Allah Ta’ala justru menguji pria kelahiran 1980 ini lewat aktivitas tersebut. / Foto : Mahladi / Majalah Hidayatullah

Hidayatullah
Tiga bulan mendiami ruang tahanan Polda Jawa Tengah, Ranu Mu da Adi Nugraha, war tawan Panjimas.com, tak bi sa leluasa melihat mata hari. Ruang ter tutup seluas 2,5 x 2,5 me ter persegi telah membatasi geraknya. Iaanya bisa menikmati pantulan sinar matahari dari balik jendela kecil berjeruji di dalam selnya. Perasaan Ranu campur aduk saat per tama mendiami sel tersebut.

Maklum, harihari yang biasa dilewati de ngan se tumpuk aktivitas liputan dan laporan, kini harus terhenti. “Air mata saya jatuh di hari pertama saya dipenjara. Saya menangis,” ungkap Ra nu saat di besuk rekanrekannya sesama wartawan di Lem baga Pemasyarakatan (Lapas) Kedung pane, Semarang, pertengahan Maret lalu.

Namun itu bukan air mata tanda menyerah. “Seorang jurnalis tidak boleh berhenti berjuang (meski dipenjara). Sebab, kemaksiatan juga tidak akan pernah berhenti,” kata Ranu dalam ke sempatan lain ketika ditemui jelang sidang per dananya di Pengadilan Negeri Semarang, Ja lan Siliwangi No 512, Kembangarum, Semarang Barat, juga pertengahan Maret lalu.

Di kalangan jurnalis, Ranu dikenal sebagai wartawan investigatif dengan spesialis tempat tempat maksiat, khususnya di Solo, Jawa Te ngah. Namun, Allah Ta’ala justru menguji pria kelahiran 1980 ini lewat aktivitas tersebut.
Majalah Hidayatullah di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI