Shalat Ashar telah usai. Sejumlah santri putri berkumpul membentuk setengah lingkaran di ruang shalat nan sejuk. Sementara sang guru duduk di atas kursi dengan meja di depannya. Usai mengucap salam, sang guru mengajak para santri untuk membuka Surat alBaqarah.
“Semua sudah pegang al Qur` an? Silakan buka Surat al Baqarah mulai ayat satu,” kata sang guru kemudian mengajak seluruh santri untuk membaca bersama.
Tak terkecuali Nafisah dan Zakiah. Dua gadis asal Kupang yang baru satu tahun menyandang ge lar muallaf ini nampak lancar membaca.
Usai tilawah beberapa ayat, sang guru meminta setiap santri untuk menyebutkan hukum tajwid yang terdapat dalam setiap ayat. “Coba Aisyah, apa hukum tajwid hudan lilmuttaqin?” tanya sang guru. “Idhgham bilagunnah, Ustadz,” jawab Aisyah. Sang guru membenarkan. Satu per satu santri mendapat bagian menjawab setiap pertanyaan.
Sebelum menutup majelisnya sore itu, sang guru berpesan, “Kuasai ilmu tajwid ini, insya Allah nanti berguna untuk mengajarkan Islam di kampung kalian masing masing.” Begitulah kegiatan Ustadz Syamsul Arifin Nababan di kala tak ada agenda dakwah di luar.
Waktu dan perhatiannya tercurah pada Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan Annaba’ Center yang dirintisnya sejak tahun 1998. Para muallaf dibina secara intensif siangmalam di lembaga yang terletak di Jalan Cenderawasih 4 Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
“Alhamdulillah, khusus untuk asrama santri putri ini, baru satu tahun berdiri,” jelas Syamsul yang awalnya membina santri putra dan putri dalam satu lokasi. Santrinya sebagian besar banyak berasal dari Kupang (NTT) dan Nias (Sumut).
