Tampilkan di aplikasi

Lika-liku dakwah Ustadz Pono

Majalah Hidayatullah - Edisi 08/2016
19 Februari 2018

Majalah Hidayatullah - Edisi 08/2016

Berdakwah di tengah mayoritas non-Muslim. Awalnya banyak tantangan, namun akhirnya dibutuhkan. Bagaimana kiatnya?

Hidayatullah
Sepucuk surat “mendarat” di kantor Yayasan Darul Akhirat Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ustadz Pono (50 tahun) membukanya. Ternyata dari kantor pajak. Dahi Pono berkerut. Isi surat itu adalah teguran keras agar yayasan membayar denda akibat belum mengurus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Yayasan harus membayar pajak karena dianggap telah lama membuka amal usaha pengurusan je nazah.

Pria bersahaja ini tak habis pikir. Bagaimana bisa yayasan sosialnya diperlakukan seperti perusahaan yang mengeruk laba. Padahal jasa pengurusan jenazah itu tak memungut biaya alias gratis. Pono bergegas menuju kantor pajak. Ia mengendarai ambulan bantuan dari Kementerian Agama, lengkap dengan peralatannya semisal kain kafan, keranda, dan peralatan memandikan jenazah.

Sampai di tujuan, langsung saja menemui petugas. Ia ingin mengklarifikasi surat itu, kemudian menjelaskan perihal yayasan sosialnya yang tak pernah memungut satu sen pun kepada masyarakat atas pelayanan yang diberikan. “Jika yayasan seperti kami yang tidak memiliki usaha ini didenda dan bayar pajak besar, bisa-bisa yayasan tidak bisa aktif lagi melayani masyarakat. Bagaimana nanti suatu saat jika Bapak meninggal dunia, siapa kira-kira yang akan mengurus?” Pono protes.

Petugas itu diam saja. Pono kemudian mohon diri dan kembali beraktivitas seperti biasa di yayasan. Alhamdulillah, sampai saat ini tak pernah ada surat semacam itu lagi. Selain pengurusan jenazah, Yayasan Darul Akhirat juga melayani khitan gratis. Padahal biasanya di daerah Kupang tarifnya bisa sampai satu juta rupiah. Sementara di desa-desa harus bayar minimal 300 ribu
Majalah Hidayatullah di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI