Pagi belum juga beranjak di wilayah Timur Indonesia. Namun, sinar mentari sudah terasa ramah dengan kulit. Kala itu, santri Madrasah Tsanawiyah tampak sibuk bersiap diri. Mereka harus bergegas menuju ruang kelas untuk mengikuti Ujian Akhir Nasional. Itulah salah satu aktifitas yang dijumpai Suara Hidayatullah, ketika menyambangi Pesantren Hidayatullah Merauke, Papua, pertengahan Mei lalu.
Pesantren yang berdiri di atas tanah wakaf seluas 5 hektar itu memiliki murid sekitar 200 orang, dari tingkat TK hingga SMA. Menurut Pimpinan Pesantren Hidayatullah Merauke, Al-Djufri Muhammad, di kota yang memiliki motto Izakod Bekai Izakod Kai (satu hati satu tujuan) ini, telah lahir para mujahid dari pesantren tersebut.
Mereka turut berkiprah menyemarakkan dakwah di Bumi Cenderawasih hingga sekarang. “Ada yang menjadi dai tangguh di daerah terpencil, ada juga yang menjadi pegiat pendidikan dan sebagainya,” jelas bapak lima anak ini kepada Suara Hidayatullah.
Al-Djufri tak menyangka, pesantren yang telah dirintis bersama beberapa rekannya sejak tahun 1991 itu bisa turut serta memberikan kontribusi bagi kelangsungan dakwah di wilayah Papua. Saat pertama kali mengawali ber dirinya pesantren, kondisinya masih minim. Tapi, kini sudah berkem bang. Akses jalan di Merauke sudah mulai banyak, bahkan sebagian memiliki jalur alternatif.
“Saya ditugaskan ke Merauke bukan karena mampu. Sebab, kapasitas saya sama dengan kebanyakan orang. Justru yang menguatkan saya waktu itu, pesan dari pendiri Hidayatullah Allahuyarham Ustadz Abdullah Said yakni, ‘Allah di sini sama dengan Allah di sana. Allah yang kita sembah di Merauke sama dengan yang kita sembah di Balikpapan’,” kenangnya.
