Al-Qur`an adalah sumber ilmu. Seluruh aspeknya bisa melahirkan ilmu. Bulan Ramadhan disebut juga bulan al-Qur`an. Menurut Ibnu Katsir, Allah menyanjung dan mengistimewakan bulan puasa dibanding bulan-bulan lain dengan dipilihnya sebagai waktu diturunkannya Kalamullah tersebut.
Al-Qur`an menjadi pegangan umat Islam hingga akhir zaman. Kaum Muslimin harus membaca, menghafal, dan memahami isinya. Khusus untuk yang terakhir, para ulama memberikan warning (peringatan) yang sangat ketat. Yakni tidak boleh sembarang orang menafsirkannya. Perlu adanya kaidah yang shahih agar tidak keliru.
Ilmu-ilmu yang mencakup halhal di atas disebut ‘Ulumul-Qur`an. As-Suyuti mendefinisikannya sebagai ilmu yang membahas tentang keadaan al-Qur`an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna-maknanya, baik yang berhubungan dengan lafaz-lafaznya maupun hukum-hukumnya, dan sebagainya. (Manahil al-Irfan fi ‘Ulumul-Qur’an II/4).
Salah satu yang harus dikuasai yaitu kaidah bahasa Arab. Artinya, jika seseorang ingin memahami al-Qur`an dengan benar, di antaranya harus menguasai ilmu nahwu, sharaf, dan balaghah yang meliputi ma’ani, badi’, bayan, dan lain-lain.
Selain itu juga dibutuhkan pemahaman tentang asbabun-nuzul (sebab-sebab turunnya al-Qur`an), kodifikasi dan tertib penulisannya, ayat-ayat makkiyah, madaniyah, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan al-Qur`an. Memahami ilmu-ilmu tersebut sifatnya mutlak. Jika tidak, maka penafsirannya terhadap al-Qur`an pasti keliru.
Para ulama sengaja menyusun ilmu ini agar dalam memahami kalam Allah SWT sejalan dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan para tabi’in. Di samping itu agar mengetahui cara dan gaya yang digunakan oleh para mufassir dalam menafsirkan al- Qur`an dengan disertai penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta kelebihankelebihannya.
