Malam itu hujan turun dengan derasnya. Sebuah mobil lawas yang disopiri seorang pria berusia cukup lanjut, menerobos kegelapan malam. Mobil itu tak pernah melaju tenang karena terus melewati jalan sempit yang becek dan berlubang. Tiba-tiba laju mobil berwarna hijau itu makin melambat.
Nyala mesin pun terdengar tak beraturan. Sejurus kemudian mogok di tengah jalan. Penumpang yang hampir semua ibu-ibu itu cemas. Sementara hujan kian deras. Di tengah area hutan dan perkebunan itu, tentu sangat susah untuk mencari bantuan. Padahal tujuan masih jauh. Tak ada pula bengkel di sekitarnya.
Satu per satu ibu-ibu penumpang mobil itu kemudian turun. Mereka rela hujan-hujanan untuk mendorong mobil mogok. Setelah berkali-kali didorong, akhirnya mesin kembali menyala. Itulah salah satu pengalaman yang terus melekat dalam ingatan ibu-ibu yang tergabung dalam Ukhuwah Mualaf Indonesia (UMI).
Ketika itu mereka baru balik dari lereng Merapi, yang masuk wilayah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sehabis mengajar mengaji puluhan orang tua di desa-desa. Mendorong mobil mogok seperti itu seringkali terjadi. Pasalnya intensitas mereka dalam mengajar mengaji cukup tinggi.
Tak hanya sekali atau dua kali dalam sepekan. Ada sekitar 13 lokasi yang harus mereka datangi, sehingga harus dijadwal hampir setiap hari. Bahkan, dalam sehari kadang mereka harus mengajar di dua lokasi. Lokasinya pun berjauhan dengan medan jalan yang cukup menantang.
“Para relawan atau ibu-ibu yang tergabung dalam UMI ini pun tempat tinggalnya berjauhan. Jadi setiap hari kami jemput satu per satu dari rumah mereka kemudian diantar ke lokasi belajar,” terang Dosmauli Simbolon, Ketua UMI.
