Tampilkan di aplikasi

Tragedi di kamp konsentrasi

Majalah Hidayatullah - Edisi 10/XXX
6 Februari 2019

Majalah Hidayatullah - Edisi 10/XXX

Pemerintah Cina berdalih kamp konsentrasi adalah pusat pelatihan tenaga kerja. Mengapa ada penyiksaan?

Hidayatullah
Badan mungil itu terbujur kaku di depan pekarangan rumahnya. Sekujur tubuhnya membiru dan membeku. Bocah bernama Rahmatullah Shirbaki itu tewas akibat kedinginan. Rahmitullah adalah satu dari ratusan ribu anak Uyghur yang secara paksa dipisahkan dari keluarganya. Dia membeku sampai mati karena dibiarkan mengurus dirinya sendiri usai orangtuanya dikirim ke kamp konsentrasi beberapa bulan lalu.

Gambar bocah itu ditampilkan ketika delegasi Ittihad Ulama Uyghur menjadi pembicara dalam Tabligh Akbar Bela Muslim Uyghur di Majid Jogokariyan, Daerah Istimewa Yogyakarta, pertengahan Januari lalu. Masih banyak lagi kisah pilu warga Uyghur yang kehilangan keluarganya karena disekap di kamp-kamp konsentrasi. Mereka bertahun-tahun dipisahkan, tidak ada komunikasi, bahkan kabar mereka masih hidup atau mati pun tidak pasti.

“Padahal ini di abad ke-21, saat semua bangsa berlomba-lomba mencapai kemajuan teknologi, bahkan keterbukaan informasi hampir tanpa batas. Namun Muslimin Uyghur berada dalam ke hidupan yang tertutup, rahasia, dan pekat dalam kezhaliman. Keadaan mereka hampir-hampir tidak bisa diketahui oleh orang luar,” ujar Dr Abdussalam Alim, Presiden Ittihad Ulama perwakilan Australia.

Badan Tanpa Kepala Abdussalam menjelaskan, seluruh kawasan Turkistan Timur, atau penguasa Komunis Cina menyebutnya Xinjiang, luasnya sekitar 1,6 juta kilometer persegi. Kawasan yang amat luas itu sekarang menjadi “penjara” bagi orang-orang Uyghur. Dalam penjara yang sangat besar itu, di dalamnya terdapat penjara-penjara dalam makna yang sebenarnya. Itulah yang disebut kamp konsentrasi. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mengeluarkan dokumen resmi yang menyatakan bahwa diperkirakan lebih dari satu juta orang Muslim Uyg hur disekap di dalam kamp kon sentrasi tersebut.
Majalah Hidayatullah di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI