Sebuah minibus warna putih berhenti di taman bermain di pegunungan Rasul Uthman, Kilis, Tur ki. Lokasi ini hanya ber jarak sekitar 10 kilometer dari perbatasan dengan Suriah. Puluhan anak kemudian ber - hamburan dari pintu mobil.
Mereka berlarian menuju tempat ber main. Semua wajahnya tampak ceria. “Kita akan gembirakan me reka,” ujar Ardhi Rosyadi, relawan Yayasan Sahabat al-Aqsha. Lemba ga ini sudah beberapa tahun menyalurkan bantuan dari kaum Muslimin Indonesia, untuk anakanak yatim dan janda Muhajirin Suriah.
Ayah anak-anak itu telah sya - hid akibat perang. Mereka ki ni ditampung di beberapa fl at (semacam rumah susun) di Kilis, bersama ibu atau saudara-sau dara nya.
Barangkali karena amat merindukan sosok ayah, maka anak-anak itu berebut dan me narik- narik tangan delapan orang relawan dari Sahabat al-Aqsha dan Baitul Maal Hidayatullah.
Karena jumlahnya tak se imbang, satu orang relawan harus bersabar melayani lebih dari dua anak. “Ayo bermain dengan saya! Dengan saya!” suara mereka bersahut-sahutan.
Seorang relawan ada yang dikerubuti delapan anak sekaligus. Yang masih ba lita bergelayutan di bahu dan punggung, sebagian lagi menggan deng tangan kiri dan kanan.
