Tampilkan di aplikasi

Cara tertua menuntut ilmu

Majalah Hidayatullah - Edisi 12/XXXI
2 April 2020

Majalah Hidayatullah - Edisi 12/XXXI

Pimpinan Markaz Riwayah Yayasan Ibnu Qudamah al-Hanbali

Hidayatullah
Kenapa sanad tetap relevan sampai sekarang? Setidaknya ada dua hal. Pertama, karena disyariatkan oleh agama kita. Di antaranya perintah Rasullullah. Untuk membedakan diri dengan orang kafir, kaum terdahulu tidak memiliki sanad tersambung kepada nabinya, tetapi kepada para ulamanya. Namun pada umat ini, sanad tersambung bahkan lebih dari 1400 tahun setelah Nabi wafat.

Kedua, sanad adalah salah satu cara tertua dalam menuntut ilmu. Para Sahabat dan ulama rela melakukan perjalanan jauh untuk mendengar Hadits walau cuma satu buah. Apakah sanad itu hanya untuk para penuntut ilmu? Orang awam juga boleh. Majelis Imam Ahmad dihadiri 5.000 orang, tetapi yang menulis Hadits hanya 500 orang. Sisanya belajar adab dan mengambil barakah majelis itu.

Bagaimana proses mendapatkan sanad? Para ulama mendapatkan sanad dengan beberapa cara. Saya mengklasifikasikan menjadi 10 cara. Ada cara yang dianggap sah ada yang tidak. Yang sah contohnya samaa’ dan qira’ah. Samaa’ maksudnya guru membaca kitab murid mendengar. Sedangkan qira’ah sebalik nya. Ada juga yang cukup dengan izin gurunya. Tidak perlu baca kitab Bukhari Muslim tapi cukup kata syaikhnya, “Saya izinkan kamu untuk meriwayatkan Shahih Bukhari dan Muslim menggunakan sanad dari saya.”

Itu ijazah namanya. Contoh yang tidak sah? Yang tidak sah seperti mewasiatkan sanad kepada seseorang jika kelak si pemilik sanad wafat, mengiklankan sanad, ataupun mengaku punya sanad dengan baca kitab di perpustakaan maupun membeli kitab di toko buku. Ada juga pemahaman yang salah seperti menganggap iman dan amal tanpa sanad tidak sah. Ada yang mengaku mendapat sanad dari jin atau dari orang asing yang umurnya 500 tahun.
Majalah Hidayatullah di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI