Tampilkan di aplikasi

Adu kuat menyeret penjahat

Majalah Hidayatullah - Edisi 12/2016
29 Januari 2021

Majalah Hidayatullah - Edisi 12/2016

Syeikh Ismail Nasywan menunjukkan kunci rumahnya di Palestina yang dirampas Israel.

Hidayatullah
Awal Oktober 2016 datang undangan dari Komite Hukum Mavi Marmara kepada penulis. Tidak seperti biasanya, undangan ini bersifat merayu dan “memaksa”. “Jangan sampai ada alasan apapun atas ketidakhadiran Anda. Kami merasa terhormat dan berkewajiban menjamu Anda,” demikian tertulis pada surat atas nama Gulden Sonmez, Koordinator Komite Hukum Mavi Marmara.

Sidang ke-13 berlangsung pada tanggal 19 Oktober 2016. Komite mengundang 50-an orang peserta, pengacara, sekaligus saksi peristiwa. Mereka berasal dari Maroko, Aljazair, Indonesia, Inggris, Swedia, Afrika Selatan, Yunani, Amerika Serikat, Yordania, dan lainnya. Itu belum termasuk saksi-saksi warga Turki yang datang dari berbagai daerah menuju Istanbul.

Awalnya, semua undangan hanya bisa menebak-nebak. “Sidang ini pasti sangat penting sehingga kita semua diongkosi untuk datang,” kata Nur Ikhwan Abadi, seorang saksi asal Indonesia. Ternyata bukan cuma penting, tetapi juga genting.

Tengah malam sebelum sidang, Komite memberikan arahan. Kata Gulden, pada sidang itu kemungkinan hakim akan membacakan putusan. Sejauh ini, tuntutan para aktivis dianggap lemah bukti dan kurang kehadiran saksi. Oleh karena itu, kasus Mavi Marmara akan ditutup alias tidak dilanjutkan.

Itulah mengapa Komite mengundang banyak saksi dari luar negeri. “Kami ingin hakim sadar kasus ini menjadi perhatian dunia internasional,” kata Gulden.
Majalah Hidayatullah di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI