Tampilkan di aplikasi

Orang-orang hebat yang tak dibesarkan ayahnya

Majalah Hidayatullah - Edisi 12/XXXII
1 April 2021

Majalah Hidayatullah - Edisi 12/XXXII

Preview rubrik Parenting Majalah Hidayatullah April 2021 / Foto : Suara Hidayatullah

Hidayatullah
Senjak awal Islam, kita sudah dipenuhi sejarah orang-orang hebat yang tumbuh-kembangnya tak sempat bertemu ayahnya. Atau sempat, namun hanya sebentar. Sesudah itu diasuh sepenuhnya oleh ibu. Di antara mereka adalah sederet ulama besar yang terpandang, sangat berpengaruh, pribadinya matang, lembut hatinya, tegas sikapnya, dan santun perilakunya.

Ketiadaan ayah (fatherless) tidak menjadikan mereka rapuh jiwanya. Tidak. Justru jiwanya kokoh. Bahkan, mereka menjadi tokoh yang sangat disegani karena ilmu, amal dan kemuliaan pribadinya. Sebuah fakta sejarah yang bisa menjadi pelajaran sangat berharga bagi siapapun.

Mari “melangkah” lebih jauh. Berabad-abad sebelum Nabi Muhammad ﷺ diutus. Kita juga mendapati orang-orang yang kebaikannya melampaui seluruh manusia kini. Dan orang-orang besar itu hidup tanpa kehadiran ayahnya, baik ketika masih usia dini, baligh, maupun masa-masa sesudah itu.

Saya menulis ini bukan untuk mengatakan bahwa ayah tidaklah penting. Bahkan kedurhakaan orangtua terhadap anak menggunakan istilah ‘aququl aba’ lil abna’ (عقوق الآباء للأبناء) yang sandaran awalnya merujuk kepada ayah. Tapi bukan berarti seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya di waktu anaknya balita, atau suaminya ghaib (masih hidup, namun tidak hadir dalam tumbuh kembang anak), tak punya hak untuk memiliki anak-anak yang baik, cerdas, bagus imannya, sehat mentalnya, sekaligus menjadi sosok istimewa yang penuh keutamaan.
Majalah Hidayatullah di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI