Tampilkan di aplikasi

Tazkiyatun Nafs demi menghargai perbedaan

Majalah Hidayatullah - Edisi 06/XXXIII
30 September 2021

Majalah Hidayatullah - Edisi 06/XXXIII

Rubrik Figur edisi Oktober 2021 / Foto : Redaksi Majalah Hidayatullah

Hidayatullah
Pembawaannya kalem. Ceramahnya mengalir seolah tanpa jeda. Di jagad media sosial, mubaligh yang satu ini mempunyai subscribers dan followers jutaan orang. Majelis taklimnya pun dikunjungi banyak orang. Itulah Ustadz Oemar Mita (43 tahun). Materi ceramah yang paling sering disampaikan adalah tentang Tazkiyatun Nafs. “Kata para ulama, ada tiga materi penting yang harus disampaikan kepada para penuntut ilmu, yaitu Tauhid, Tafsir, dan Tazkiyatun Nafs,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, Tauhid akan menuntun manusia memahami yang benar, bukan sekadar yang baik. Indonesia, katanya, sekarang sedang diserang framing yang penting baik, tidak usah benar. “Fatalnya, setiap kebaikan yang bertentangan dengan kebenaran, maka kebenarannya yang diberangus,” ulasnya. Sementara materi Tafsir, jelasnya, akan melahirkan pemahaman yang benar.

“Kita tahu bahwa kesesatan kelompok-kelompok yang menyempal itu disebabkan kekeliruan dalam Tafsir,” terang pria yang mempunyai nama lain Abu Bassam ini. Adapun tentang materi Tazkiyatun Nafs (Pembersihan Jiwa), Oemar Mita mengutip perkataan Imam Ibnu Rajab, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dan Imam al-Ghazali yang menyatakan bahwa materi ini sangat penting bagi para penuntut ilmu.

“Setiap penuntut ilmu yang tidak menyelesaikan persoalan pada hatinya, yang terjadi adalah berbagai macam perbuatan akan mendatangkan mudharat (keburukan),” paparnya. Sejatinya, lanjut Oemar Mita, sambil seorang menuntut ilmu mempelajari Tauhid dan Tafsir, pada saat yang sama ia juga harus menyelesaikan persoalan pada hatinya. Apa persoalan pada hati? Yaitu merasa kurang, merasa bersalah, merasa tidak tahu, dan merasa bodoh.
Majalah Hidayatullah di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI