Tampilkan di aplikasi

Perumahan yang tetap berjualan

Majalah Housing Estate - Edisi 157
13 Maret 2018

Majalah Housing Estate - Edisi 157

Reputasi developer juga menentukan penjualan selain harga rumah yang terjangkau dan kualitas pengembangannya yang bagus / Foto : Housing Estate / Susilo

Housing Estate
Pasar properti di Indonesia secara umum masih lemes. Bahkan, menurut Survei Harga Properti Residensial (SHPR) versi Bank Indonesia (BI) yang dirilis awal Agustus, pada kwartal dua (Q2) 2017 penjualan rumah menurun menjadi 3,61% dari 4,16% pada kwartal satu (Q1).

Penyebabnya masih terbatasnya permintaan terhadap rumah. Begitu pula indeks harganya, tetap tumbuh tapi secara kwartalan menurun dari 1,23% menjadi 1,18%, kendati secara tahunan (yoy) naik dari 2,62% menjadi 3,17%, dengan Surabaya mencatat pertumbuhan harga tertinggi (7,75%) sejalan dengan tingginya permintaan hunian di wilayah itu.

Peningkatan pertumbuhan harga hanya terjadi pada rumah kecil (2,61%), dengan wilayah megapolitan Jabodetabek dan Banten yang pasar rumahnya paling besar (bersama Jawa Barat) mengalami kenaikan harga tertinggi (2,04%) juga terutama pada rumah kecil (4,78%). Sementara pertumbuhan harga rumah menengah dan besar merosot, masing-masing dari 1,28% menjadi 0,55% dan dari 0,58% menjadi 0,38%.

Kali ini biaya perizinan (20,09%) dan kenaikan harga bahan bangunan (32,91%) menjadi penyebab utama peningkatan harga, dibanding tahun-tahun sebelumnya yang menempatkan upah tukang sebagai pemicu kenaikan harga bersama kenaikan harga bahan bangunan.Lebih dari 75% konsumen masih mengandalkan kredit pemilikan rumah/apartemen (KPR/KPA) sebagai sumber pembiayaan pembelian rumah.
Majalah Housing Estate di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI