Tampilkan di aplikasi

Konsep mall selfie dulu, belanja belakangan

Majalah Housing Estate - Edisi 157
13 Maret 2018

Majalah Housing Estate - Edisi 157

Mal makin bergeser menjadi lebih sebagai sentra gaya hidup ketimbang tempat belanja / Foto : Housing Estate / Susilo

Housing Estate
Mal adalah bangunan tertutup berisi tokotoko yang dihubungkan oleh sebuah koridor tempat pengunjung berlalu lalang, dengan satu atau beberapa toko besar seperti department store sebagai penyewa utama (anchor tenant) sekaligus daya tarik. Jadi, tokotoko pakaian besar-kecil mendominasi mal, didukung gerai lain yang menjual makanan, aksesoris, buku, mainan, dan lain-lain dalam jumlah lebih sedikit.

Karena desain bangunannya yang cenderung melebar dan berlantai rendah (maksimal tiga lantai) dengan koridor terbuka, mal bukan hanya sentra belanja tapi juga tempat pengunjung menampilkan diri. Artinya, mal juga tempat orang melihat dan dilihat. Karena itu di masa lalu saat pakansi, mal ramai dikunjungi orang untuk belanja sekaligus mejeng dan ngeceng.

Sekarang mal masih tetap mal. Tapi, isinya mulai bergeser mengikuti perkembangan pasar yang makin didominasi kaum muda milenial yang sejak krucil sudah akrab dengan internet. Mereka juga belanja pakaian atau produk elektronik, tapi tidak lagi harus ke mal atau trade centre (pusat belanja), tapi secara online atau daring (dalam jaringan). Kaum yang lahir menjelang akhir milenium kedua itu ingin serba gampang, praktis dan cepat.

Belanja daring adalah jawabannya, karena mereka tidak harus capek menyusuri aneka toko untuk membandingkan harga, tapi cukup membuka lapak online di genggaman tangan (gadget) untuk mencari produk yang diinginkan. Setelah cocok, tinggal order, barang pun diantar. Mau kemana-mana tinggal pesan ojek atau taksi online.
Majalah Housing Estate di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI