Kendati sempat terdisrupsi Pilkada Jakarta yang mengangkat politik identitas yang membuat investor wait and see dan lebih memilih menaruh duitnya di pasar uang, secara umum situasi pasar mulai menunjukkan tanda membaik sejak 2016. Indikasinya pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi (lebih dari lima persen) sepanjang tahun 2016–2017 dibanding 2014 yang di bawah lima persen, rupiah yang relatif stabil, indeks confidence konsumen yang membaik, dan indeks harga properti yang tetap meningkat kendati landai.
Yang juga membuat pasar mulai optimis, bunga bank makin rendah, terendah sejak satu dekade terakhir, harga komoditas tambang dan perkebunan mulai meningkat, Bank Indonesia (BI) sudah melonggarkan ketentuan maksimal plafon kredit atau loan to value (LTV) dan mengizinkan lagi pembelian inden dengan kredit bank hingga rumah kedua, dan pemerintah membuka lebih lebar kepemilikan properti oleh orang asing serta menurunkan PPh penjualan properti menjadi 2,5 persen. Semua itu diharapkan pelaku bisnis bisa menjadi generator pemulihan pasar pasca Pemilu kwartal akhir 2019.
Karena itu para developer pun mulai pede melansir proyek atau produk baru. Beberapa sudah diluncurkan pada semester dua tahun lalu, sebagian lagi akan melepasnya kwartal pertama tahun ini atau semester dua. “Mereka bersiap menyambut pemulihan pasar pasca Maja), yang menurut catatan Indonesia Property Watch (IPW), penjualan rumah menengahnya (harga Rp300–500 jutaan) melonjak 78–125 persen pada kwartal akhir 2017. Lonjakan tertinggi terjadi di wilayah Banten diikuti Bodebek. “Pengembang juga mulai berani menaikkan harga meskipun masih landai,” ujarnya. Konsumennya sebagian besar tetap investor yang mengalihkan portofolio ke properti yang lebih kecil, terjangkau dan paling besar pasarnya.
