Saya ingin membagikan sejumput kenangan. Ketika itu saya dan Mbak Reni Rohmawati berbincang bersama enam kawan arsitek dan desainer interior. Kami duduk melingkari sebuah meja bundar. Di depan kami tersaji konsep majalah IDEA, yang edisi perdananya direncanakan terbit sekitar satu atau dua bulan kemudian. Sampul depannya menampilkan tajuk furnitur multifungsi di ruang sempit, dengan harga promosi Rp7.500.
Mbak Reni adalah managing editor pertama yang meracik majalah ini. Sementara Mas Djati Surendro selaku editor in chief pertama majalah ini, seingat saya, memantau dinamika diskusi kami dari kejauhan. Saat itu saya bekerja sebagai staf Research Department, Group of Magazine, Kompas Gramedia. Tugas saya adalah mengundang, memantik jalannya perbincangan, hingga mengumpulkan sebanyak mungkin informasi.
Perbincangan berjalan dinamis, bahkan semua yang terlibat pun kian bersemangat. Kawan-kawan arsitek dan desainer banyak mencurahkan sudut pandang melalui masukan terkait tata letak yang lumayan pedas. Mereka membahas soal filosofi hunian sebagai bagian peradaban hingga hunian modern sebagai ekspresi penghuninya. Mereka juga mengkritik desain logo, pemilihan foto sampul, sampai bentuk dan ukuran aksara halaman dalamnya.
Begitu serunya, sehingga saya tak sengaja menumpahkan segelas minuman yang menggenangi meja. Perkara yang membuat malu saya ini tampaknya menggelitik seorang arsitek untuk berkelakar, “Sabar, Mas! Sabar, Mas!” Peristiwa 14 tahun silam itu seperti baru terjadi minggu kemarin saja. Sebuah perbincangan yang kelak menginspirasi wajah dan arah majalah ini sebuah kenangan untuk masa depan.
Saya masih ingat, seorang arsitek yang duduk di seberang saya menimang-nimang logo di sampul Merayakan 14 Tahun Kebersamaan majalah ini. “IDE-A,” demikian dia membacanya. Kemudian dia menambahkan, “Mungkin, artinya selalu menyajikan ide-ide berkelas ‘A’, ya?” Bagi kami, meracik IDEA adalah meracik ide terbaik untuk sajian pembaca. Kami senantiasa berupaya menyajikan gagasan-gagasan baru setiap bulannya. Seperti gagasan edisi Februari yang menampilkan tajuk “Comfort Zone”.
Gagasan mungkin bisa muncul lewat halhal sederhana. Setiap orang memiliki zona kenyamanannya di rumah masing-masing—ruang keluarga, dapur, hingga kamar tidur. Sebagai salah satu contoh, kami menyajikan peraduan yang dirancang untuk penghuni yang gemar menikmati indahnya alam sekitar: memandangi rembulan dan gemintang sebelum mata terpejam.
Kemunculan rembulan memang telah menginspirasi peradaban manusia. Bagi sebagian orang, rembulan mungkin menj adi hal yang biasa. Namun, bersama siapa dan di mana kita menikmatinya, mungkin itulah yang membuat rembulan tampak istimewa. Semoga majalah IDEA senantiasa membawa semangat untuk menginspirasi Anda. Mari bersama menciptakan suasana rumah yang nyaman demi kehidupan yang lebih baik.