“Di mana pun yang memperbarui itu selalu generasi muda,” demikian kata Romo Y.B. Mangunwijaya, yang dikenang sebagai bapak arsitektur modern Indonesia. Kutipan itu telah menginspirasi kami untuk menampilkan kreasi terbaik sederet arsitek terkemuka di Indonesia pada edisi ini.
Bagi Romo Mangun, arsitektur adalah ekspresi dan wahana suatu kebudayaan, bagaimana suatu masyarakat berfilsafat hidup dan menangani kehidupan. Kami menghadirkan sepuluh karya desain arsitektur hunian, ruang usaha, hingga tempat bermalam. Para arsiteknya boleh dikata masih muda. Mereka menawarkan pendekatan inspiratif terhadap konteks urban di Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Karya mereka merupakan bagian dari proses pencarian identitas arsitektur Indonesia kontemporer. Proses itu berjalan terus-menerus dalam bentuk pencangkokan, penyesuaian, dan peleburan. Para arsitek yang menciptakannya telah merespons aspek sosial, seni, budaya, ekonomi, politik, tata kota, ekologi dan lingkungan sekitar dalam konteks arsitektural. Singkatnya, desain arsitektur merekam semangat zaman.
Bangunan di kota-kota tropis yang lembap, misalnya, merespons dengan permainan fasad yang menciptakan kesejukan. Perancangan jendela dan ventilasi pun memungkinkan angin dan cahaya memasuki ruang dalam sehingga menghemat energi untuk penyejuk ruangan dan pencahayaan.
Perkara lainnya, kehidupan urban yang berdenyut dalam ruang terbatas menciptakan ruang multifungsi tanpa terkesan sempit. Arsitektur layaknya manusia yang memiliki jiwa, bernapas, mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan sekitarnya.
Saya pernah berbincang bersama Boy Bhirawa, arsitek yang merevitalisasi Gedung OLVEH karya biro arsitek C.P. Schoemaker en Associatie- Architecten & Ingenieurs yang diresmikan dengan kesenian ondelondel pada 1922. Kami berjalan menapaki anak tangga gedung itu. “Setiap bangunan memiliki jiwa,” ungkap Boy. “Membangun kembali itu tidak susah,” ungkapnya. “Tetapi memberi jiwa pada bangunan itulah yang berat.”