Ketika Indonesia Belum Masuk Hitungan. PERTUMBUHAN JUMLAH pengguna media social (medsos) terus merangkak naik. We Are Social dan Hootsuite melaporkan pertumbuhan medsos yang mencapai 13 persen tahun ini dengan jumlah total pengguna sebanyak tiga miliar user. Dua pertiga di antaranya adalah pengguna Facebook, atau sebanyak 2,17 miliar user.
Kalau dulu sempat terdengar istilah Jakarta sebagai ibukota Twitter, kini ada kota Jakarta dan Bekasi dalam daftar kota-kota dengan jumlah pengguna aktif Facebook terbanyak. Bekasi menduduki peringkat ketiga dengan 18 juta akun dan Jakarta dengan 16 juta akun.
Di tingkat global, “prestasi” kita di dunia medsos juga mengesankan. Masih dari laporan We Are Sosial dan Hootsuite, Indonesia dilaporkan menjadi “rumah” bagi 130 juta akun Facebook atau enam persen dari jumlah total user di dunia. Angka itu mendudukkan Indonesia di peringkat empat dunia dan peringkat satu di Asia Tenggara.
Tak jauh berbeda dengan Facebook, Google pun menikmati kejayaan di bumi Indonesia. Data Statcounter menyebutkan bahwa sampai dengan bulan Agustus 2018, Google menguasai 97,01% pangsa pasar search engine di Indonesia. Bahkan Google melesat meninggalkan Yahoo dan Bing yang menguasai masing-masing 1,91% dan 0,64% saja.
Maka ketika terdengar kabar bahwa Facebook berencana mendirikan pusat data di negeri jiran Singapura dengan investasi sebesar US$ 1 miliar, dan Google akan segera membangun pusat datanya yang ketiga di negara yang sama, serta merta terlintas sebuah tanya di benak kita “Mengapa bukan di Indonesia?”.
Padahal Indonesia termasuk tempat pengembangan bisnis data center dan teknologi komputasi awan yang menarik bagi investor. Menurut DBS Group Research, tingkat pengembalian modal investasi (Return on Invested Capital) bisnis data center di Indonesia mencapai 11,6% atau tertinggi di Asia Pasifi k. Bandingkan dengan tingkat ROIC di Singapura yang hanya 9,5% dan di Australia 3,8%.
Pertumbuhan pasar pusat data di Indonesia juga terhitung pesat. Menurut Kementrian Komunikasi dan Informatika, Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 20% dalam periode 2015 hingga 2017. Jadi, kembali ke pertanyaan “mengapa”. Belum cukupkah modal potensi pasar dan jumlah pengguna untuk membuat para penyedia layanan pusat data melirik ke Indonesia?