Memasukii era ekonomi digital, kenyamanan dan keamanan pelanggan dalam beraktivitas daring harus berimbang. Bagaimana caranya? Meski berlatar belakang kenyataan di Singapura, solusi berikut dapat diterapkan di mana saja.
Harus saya akui, saya menuliskan beberapa kata sandi pada secarik kertas agar saya tidak lupa. Cukup merepotkan untuk mengingat beberapa kata sandi, terutama jika kita harus berulang-ulang melakukan sign in, misalnya untuk memesan taksi, memesan makanan, berbelanja daring, mentransfer uang, hingga memeriksa saldo dompet digital.
Nah, di sinilah ironisnya, bukankah ekonomi tanpa uang tunai seharusnya mengutamakan kenyamanan yang lebih baik untuk pelanggan? Ini pula alasannya mengapa peluncuran National Digital Identity Facial Biometric System yang akan diujicoba pada semester kedua tahun ini di Singapura adalah kabar menyenangkan bagi saya dan masyarakat yang menginginkan pengalaman transaksi yang lebih nyaman.
Tidak sabar rasanya menunggu hari di mana pemindaian singkat pada wajah atau retina mata dapat menuntaskan kerepotan proses sign in itu. Namun, apakah metode pembayaran seperti ini akan segera menjadi sesuatu yang umum? Padahal, ketika kita berkutat dengan masalah login ke banyak akun, kata sandi, dan sistem pembayaran, ada celah yang membesar antara semangat mewujudkan masyarakat tanpa uang tunai (cashless) dan Smart Nation, dengan kecerobohan pengguna.
Jaga Cyber Hygiene Perusahaan
Survei VMware Banking Consumer 2020 mengungkapkan cyber hygiene yang buruk di kawasan Asia Tenggara. Lebih dari sepertiga (39 persen) konsumen di Asia Tenggara dan hampir separuh (45 persen) di Singapura menggunakan kata sandi untuk login yang sama untuk semua akun mereka. Padahal di akun tersebut tersimpan datadata keuangan konsumen di rekening bank dan kartu kredit.
