Tampilkan di aplikasi

Dilema pengemudi taksi online

Majalah Infokomputer - Edisi 09/2019
30 Agustus 2019

Majalah Infokomputer - Edisi 09/2019

Profesi sopir taksi onne tidak segemerlap dahulu lagi. Pesaing semakin banyak, insentif pun kian turun. Inilah kisah dilematis yang dialami pengemudi taksi online.

Infokomputer
MARLON tak bisa menyembunyikan nada getir di suaranya. “Saat ini saya dan banyak temanteman driver seperti memakan buah simalakama,” ungkapnya. Marlon adalah salah satu sopir taksi online yang sehari-hari beroperasi menyisir jalanan ibu kota.

Namun setelah tiga tahun menjalani profesinya, ia merasa serba salah. Marlon sudah tidak merasakan lagi keuntungan fi nansial menjadi sopir taksi online. Sayangnya, berhenti juga bukan sebuah opsi, karena mengemudikan taksi online adalah satu-satunya pekerjaan Marlon saat ini.

Kondisi itu jauh berbeda dibandingkan masamasa indah industri taksi online. Pendapatan yang tinggi berkat insentif yang melimpah membuat para sopir sempat memiliki pendapatan melebihi pekerja kelas menengah ibu kota. “Dulu ada bonus mingguan dan bulanan, dari insentif saja sudah bisa bayar cicilan mobil,” cerita Marlon. Karena itulah ia kemudian berani mengambil kredit mobil untuk dijadikan modal menjadi sopir taksi online.

insentif sangat berat, sehingga menyulitkan biaya operasional sehari-hari. Sebagai perbandingan, awalnya Marlon bisa mendapatkan penghasilan harian kotor sampai dengan Rp500 ribu dalam ritme kerja yang santai. Sekarang, dengan ritme kerja yang lebih berat, pendapatan maksimal yang bisa dibawa pulang hanya Rp300 ribu.
Majalah Infokomputer di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI