Di kafe semacam ini, pengunjung dipersilakan memesan jamu sesuai dengan selera dan kebutuhannya. Suwe Ora Jamu, salah satu contohnya. Gerai jamu di kawasan Petogog- an, Jakarta Selatan ini tengah jadi perbincangan karena pelanggannya kebanyakan kaum muda perkotaan. Saban hari, terutama selepas jam kerja, tempat ini ramai didatangi pengunjung yang hendak minum menikmati jamu.
Walau hadir dengan konsep kafe, Suwe Ora Jamu enggan disebut begitu. Mereka memilih disebut kedai jamu atau warung jamu. Alasannya, karena sejak awal berdiri, usaha ini bukan sekadar bisnis belaka. Apalagi Nova Dewi, sang pemilik kedai, penyuka jamu sejati. Sejak kecil, semasa masih tinggal di Surabaya, dia sudah rutin minum jamu.
Layaknya kafe modern, kedai dibangun dengan konsep yang sangat nyaman untuk bersantai dan menikmati suasana. Desain interior ruangannya bernuansa vintage. Di tengah ruangan kedai terdapat semacam bar, tempat meracik dan menyajikan jamu bagi para pengunjung.
Jamu yang tersaji mayoritas bukan buatan sendiri, melainkan Jamu Iboe, merek jamu yang sudah ada sejak 1910 asal Surabaya. Beragam jenis jamu yang ditawarkan, untuk kesehatan, menambah stamina, dan merawat kecantikan, dll. Namanya juga terdengar unik dan menggelitik, seperti Jamu Suami Betah di Rumah, Jamu Istri Senyum Selalu, Galian Singset Susut Perut, dan Jamu Cah Cilik
Ada lebih dari 50 jenis jamu pabrikan yang digunakan. Mengingat pelanggannya masyarakat urban, kedai ini merasa perlu berinovasi agar jamu yang tersaji bisa digemari. Memadukan jamu dengan buah atau sayuran segar, misalnya. Walhasil, rasa pahit jamu jadi berkurang dan penampilannya lebih menarik.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.