Di tahun 2020, Indonesia ditargetkan menjadi pemain ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Tentu saja ini bukan tanpa alasan. Mari kita lihat potensinya. Menurut Ernst & Young, pertumbuhan nilai penjualan bisnis e-commerce (niaga-e) setiap tahun meningkat 40 persen. Tercatat, ada sekitar 93,4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna telepon pintar di Indonesia. Dari 93,4 juta pengguna internet tadi, berdasarkan riset Google pada Juni 2015, diperkirakan 77 persen di antaranya menggunakan internet untuk mencari informasi atau produk serta belanja daring. Sementara, khusus untuk pengguna internet melalui telepon pintar, yang paling sering dikunjungi adalah laman belanja daring.
Yang lebih menarik lagi, nilai transaksi bisnis niaga-e cukup menjanjikan. Di tahun 2015, nilainya mencapai sekitar AS$18 miliar (sekitar Rp250 triliun pada kurs Rp13.900). Meningkat dari AS$8 miliar (Rp111,2 triliun) pada 2013 dan AS$13 miliar (Rp180,7 triliun) pada 2014. Terkait dengan target tahun 2020, diprediksi volume bisnis niaga-e akan mencapai AS$130 miliar dengan pertumbuhan per tahun 50%. Ini setara dengan Rp1.807 triliun. Tak bisa dipungkiri, niaga-e memang menjadi salah satu industri yang berkembang sangat signifikan.
Masalahnya, apakah ini berarti gaji karyawan yang bekerja di industri niaga-e juga menjanjikan? Cukup menggiurkan Survei tentang penggajian yang dilakukan Kelly Services Indonesia, konsultan SDM, mengungkapkan, salah satu industri yang berkembang pesat di tahun 2016 adalah teknologi tinggi terutama yang berhubungan dengan teknologi digital serta niaga-e. Kemajuan teknologi informasi dan pengguna teknologi digital yang terus berkembang membuat niaga-e akan terus bersinar sepanjang tahun.Tidak heran, dalam hal penggajian, niaga-e menjadi salah satu dari lima daftar industri dengan gaji tertinggi di tahun 2016. Niaga-e berada di posisi keempat, di bawah industri minyak dan gas, finansial, dan telekomunikasi.
