Tampilkan di aplikasi

Merebut kembali hak pejalan kaki

Majalah Intisari - Edisi 648
2 September 2016

Majalah Intisari - Edisi 648

Di kota besar, seperti Jakarta, pejalan kaki seperti sudah terhempas dari trotoar yang justru menjadi haknya. Beruntunglah, ada sekelompok orang yang tak tinggal diam untuk memperjuangkan dan merebut kembali hak itu. Inilah cerita perjuangan para pejuang trotoar. / Foto : Irwan Rismawan _ Tribunnews

Intisari
Alferd Sitorus (40) berdiri di sebuah trotoar di kawasan Sarinah, Jakarta sambil memegang poster bertuliskan “Trotoar untuk Dua Kaki, bukan Dua Roda”. Sudah jamak di Jakarta trotoar kedatangan penghuni baru. Bahkan kehadiran pengguna baru trotoar itu malah kadang menyingkirkan pengguna lama yang justru lebih berhak. Ketika jalan macet trotoar pun berubah menjadi jalur motor. Tak jarang para pejalan kaki justru mengalah dengan kehadiran mereka. Tak hanya motor, trotoar pun diokupasi menjadi tempat parkir mobil atau pedagang kaki lima. Lagi-lagi pejalan kaki harus mengalah, dan bahkan sampai harus turun ke badan jalan untuk mobilitasnya.

Pejalan kaki pun menjadi kelompok yang paling rentan di jalan raya. Berdasarkan data badan kesehatan dunia (WHO) pada 2013, sekitar 270 ribu pejalan kaki meninggal dunia setiap tahunnya. Artinya, lebih dari 5.000 pejalan kaki meninggal dunia setiap minggunya. Di Indonesia, menurut data dari Korps Lalu Lintas (Korlantas) pada 2011, sebanyak 18 pejalan kaki meninggal dunia setiap harinya. Data terbaru dari Kepolisian Daerah Metro Jaya mencatat, sepanjang 2015 terjadi 1.294 kasus tabrak lari dengan jumlah korban pejalan kaki yang tewas lebih dari 100 orang. Artinya, hampir tiap enam hari, satu pejalan kaki tewas ditabrak.

Keprihatinan dan kepedulian Tak ingin jumlah pejalan kaki yang menjadi korban di jalan raya terus bertambah dan hak pejalan kaki kian tersingkirkan dari trotoar, Alferd dan sejumlah orang memberanikan diri memperjuangkan hak pejalan kaki dan merebut trotoar dari para pelanggar. Alferd yang merupakan Ketua Koalisi Pejalan Kaki (KoPK) sudah lima tahun “berjuang” merebut trotoar dari “para penjajah”. Ia mengaku ada beragam alasan yang membuatnya bergabung dengan KoPK. Mulai dari pengalaman pribadi yang sempat ditabrak ketika sedang berjalan di trotoar, banyaknya pejalan kaki yang tewas, keprihatinan terhadap kondisi trotoar yang tidak layak bagi pejalan kaki, hingga kepeduliannya terhadap hak-hak pejalan kaki.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI