Tampilkan di aplikasi

Jangan salah menerapkan pemanasan statis dan pemanasan dinamis

Majalah Intisari - Edisi 682
5 Juli 2019

Majalah Intisari - Edisi 682

Pemanasan sebelum olahraga

Intisari
Olahraga tanpa pemanasan itu ibarat sayur tanpa garam,” begitu omongan teman suatu ketika saat saya tidak serius melakukan pemanasan sebelum berlari. Teman saya pun lalu sesorah (“pidato”) pentingnya pemanasan bagi tubuh sebelum menjalani aktivitas.

Beberapa kali saya memang merasakan sendiri akibat kurangnya pemanasan. Biasanya perut terasa mau kram. Yang gawat kaki kram saat bersepeda, sementara sepatu menggunakan cleat atau pengunci pedal. Untuk membuka kunci harus menggeser telapak kaki ke arah luar.

Beruntung yang kram kaki kanan sehingga bisa berhenti dengan menggunakan kaki kiri sebagai sandaran. Mereka yang lahir di tahun 70-an tentu masih ingat dengan Senam Kesegaran Jasmani (SKJ). Atau pendahulunya Senam Pagi Indonesia, dari seri A sampai seri D. Nah, di setiap senam itu selalu diawali dengan pemanasan.

Tentu juga dengan pendinginan. Hal terakhir ini sering dilupakan. Usai berolahraga langsung istirahat saja. Seiring dengan perkembangan ilmu di dunia olahraga, ternyata pemanasan pun mengalami perkembangan. Akhir-akhir ini mulai ramai dibicarakan soal pemanasan dinamis.“Pada pemanasan dinamis, otot tidak terlalu kaget.

Berbeda pada (pemanasan) statis yang ototnya diregang maksimum padahal badan belum terlalu panas,” kata Rahmat Rukmantara, pelatih lari dan master olahraga dari UNJ Jakarta. Menurut Marc Perry, seorang pelatih kebugaran, dalam situs Greatist, ada empat alasan mengapa peregangan dinamis sangat ideal sebagai inti dari rutinitas pemanasan. Pertama, mengaktiŽan otot yang akan kita gunakan selama latihan
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI