Tampilkan di aplikasi

Kesaksian dari sisi ranjang Soekarno

Majalah Intisari - Edisi 683
1 Agustus 2019

Majalah Intisari - Edisi 683

Soekarno

Intisari
Masyarakat Indonesia yang mengenal Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945, melalui buku-buku sejarah, umumnya menangkap momen penting dalam sejarah bangsa itu sebagai sebuah peristiwa gegap gempita.

Malah justru yang sering luput dari perhatian orang, tokoh sentral dalam peristiwa penting itu, Ir. Soekarno, kala itu sesungguhnya sedang tidak enak badan. Sejak malam sebelumnya, kondisi kesehatan Soekarno memang terus turun.

Bahkan pagi hari, jelang detik-detik Proklamasi, ia demam tinggi dan tidak bisa bangkit dari ranjang. Soekarno juga tidak berpuasa Ramadan. Adalah dr. Raden Soeharto, tokoh perjuangan sekaligus sahabat Soekarno yang mengecek kesehatannya pagi itu.

Sekitar pukul 08.00, Soeharto sengaja datang ke Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Dari diagnosisnya, Soeharto berkesimpulan penyakit malaria Soekarno sedang kambuh. Kemungkinan karena terlalu letih setelah perjalanan dari Rengasdengklok beberapa hari sebelumnya.

Ditambah lagi, Soekarno sempat bergadang di rumah Laksamana Maeda untuk menyusun naskah Proklamasi. Soeharto kemudian memberi suntikan chinine-urethan intramusculair dan obat oral, broom-chinine. Obat-obatan malaria dengan komposisi yang menurut ukuran zaman sekarang amatlah sederhana itu, terbukti membuat Soekarno merasa lebih enak.

Terbukti, pukul 09.30, Soekarno akhirnya turun dari tempat tidur dan berpakaian. Pukul 10.00, proklamasi kemerdekaan dikumandangkan. Namun tak sampai 20 menit kemudian, Sang Proklamator sudah kembali masuk ke kamar untuk melanjutkan istirahatnya. Tubuhnya ambruk lagi.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI