Tampilkan di aplikasi

Jejak Tionghoa dalam tradisi kuliner Nusantara

Majalah Intisari - Edisi 689
27 Januari 2020

Majalah Intisari - Edisi 689

Sajian di altar pada acara sembahyang Ceng Beng

Intisari
Kalau awal tahun ini kita mendengar begitu beraninya kapal-kapal nelayan Tiongkok memasuki perairan Natuna, janganlah heran. Temuan puing kapal-kapal Tiongkok kuno yang kandas di Pulau Bangka dan Belitung menunjukkan mereka sudah sejak Dinasti Tang berburu tripang, sirip hiu dan abalon di sana.

Demikian pentingnya masalah hidangan dalam budaya Tiongkok sehingga ke mana pun mereka berlayar, tim ekspedisi mereka selalu disertai koki-koki yang hebat.

Lama sebelum terbentuk kelompok Peranakan Tionghoa, tradisi kuliner Tiongkok terserap dalam tradisi kuliner Nusantara. Ini masuk akal, mengingat kontak Nusantara dengan orang-orang Tiongkok paling awal terjadi pada abad ke-5 (Faxian).

Pengaruh Tiongkok paling jelas adalah mi. Buktinya, kita mengenal mi binjai, mi belitung, mi pontianak, mi jawa, sa mpai... mi instan! Tak kalah dahsyat penetrasinya di Nusantara adalah tahu.

Di Sumedang, tahu bahkan menjadi industri rakyat utama yang diawali oleh Ong Kino pada 1917. Jejak Tiongkok juga terserak di area kudapan: hunkue, kwaci, moci adalah jejak-jejak kuliner orangorang Tiongkok yang tertinggal dalam keseharian kita sampai kini.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI