Tampilkan di aplikasi

Mereka yang berdamai dengan diri sendiri

Majalah Intisari - Edisi 694
30 Juni 2020

Majalah Intisari - Edisi 694

Peluncuran roket Falcon1, September 2008.

Intisari
Elon Musk baru saja sukses menjual PayPal senilai AS$165 juta pada 2002. Alih-alih mengambil jeda atau pensiun dini, Elon mengemukakan ide untuk mengubah dunia lebih baik dengan mengirim rumah kaca dengan roket ke Mars. Yang ia belum sadari, beberapa tahun mendatang, idenya berakhir di ujung tanduk kebangkrutan.

Semula, Elon menuturkan, proyek ini harapnya bisa meningkatkan ketertarikan publik akan eksplorasi luar angkasa dan meningkatkan anggaran NASA. Idenya dianggap ambisius oleh para pengamat, karena Elon tidak berniat menganggarkan lebih dari AS$20 juta pada proyek ini. Padahal, pada masa itu, mengirim barang seberat 500 pon (sekitar 226 kg) ke orbit bisa makan biaya sampai AS$30 juta. Untuk menyiasati biaya, Elon yang waktu itu berusia 31 tahun berangkat ke Rusia. Di sana, ia berencana membeli International Ballistic Missiles kondisi refurbished. Sayangnya, harga termurah masih AS$8 juta, sekitar 50% di atas anggarannya untuk roket.

Sekembalinya dari Moskow, dikutip dari biografi Elon Musk, Elon menghitung kasar anggarannya lagi. Yang ia sadari, bahan mentah pembuatan roket sebetulnya hanya 3% dari harganya di pasaran. Dari situ ia mendapati, jika masih ingin mengirim apapun ke Mars, ia harus membuat perusahaan roketnya sendiri.

Ia pun jadi rajin membaca buku tentang pembuatan roket sejak masa Perang Dingin. Pada Juni 2002, perusahaan Space Exploration Technologies atau SpaceX resmi berdiri. Elon lalu gegas merekrut orang yang tepat untuk mewujudkan mimpinya. Kandidat ideal di kepalanya haruslah anak muda, lajang, terpelajar, dan siap merelakan kehidupan sosial demi SpaceX. Wajar saja, ia berencana menetapkan waktu kerja 60 jam per minggu bagi karyawan barunya.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI