Tampilkan di aplikasi

Catatan budaya pada selembar kaus

Majalah Intisari - Edisi 698
10 November 2020

Majalah Intisari - Edisi 698

Awalnya berangkat dari keprihatinan pada wawasan anak-anak muda tentang benda-benda cagar budaya

Intisari
Sederhana, hanya selembar kaus bergambar dengan narasi pendukungnya. Namun lewat kaus-kaus itu para pembuatnya berharap bisa meningkatkan kepedulian masyarakat tentang cerita kota mereka yang kian terlupakan. Tanyakanlah kepada anak- anak muda, apa yang mereka tahu tentang peninggalan sejarah di sekitar lingkungannya? Jika mereka mampu menjawab, kita patut bangga.

Namun fakta yang ditemukan Kuncarsono Prasetyo (43) sebaliknya. Mereka seolah tak peduli dengan sejarah dan bangunan cagar budaya di sekitarnya. Kuncar berkisah, semua berawal pada 2002 saat dirinya masih jurnalis di Harian Surya Surabaya. Sebagai pencinta cagar budaya, kala itu ia terkejut dengan peristiwa pembongkaran Stasiun Kereta Api Semut.

Bagian peron dan selasar yang temboknya besar dan kokoh, dirobohkan dengan alat berat sampai nyaris habis tak tersisa. Rencananya di tempat itu akan didirikan mal! Tentu peristiwa itu menimbulkan reaksi keras dari semua pegiat cagar budaya di Surabaya. “Stasiun Semut adalah stasiun tertua di Surabaya yang diresmikan J.W. Van Lasberge, 16 Mei 1878 ,” kata Kuncar yang kemudian terus menggelontor pemberitaan di medianya tentang tindakan pengembang kawasan yang ceroboh itu.

Karena masifnya pemberitaan dari berbagai media, pembongkaran yang tinggal menyisakan sebagian kecil dinding akhirnya dihentikan. Pengembang mengaku salah, bahkan stasiun itu akhirnya dibangun kembali dengan desain yang sama serta dengan bahanbahan aslinya. Sepengetahuan Kuncar, dalam waktu dekat stasiun tersebut akan difungsikan kembali.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI