Tampilkan di aplikasi

Hidup sehat dan berkelanjutan ala 2021

Majalah Intisari - Edisi 702
12 Maret 2021

Majalah Intisari - Edisi 702

Kecenderungan berjalan kaki oleh pelaku komuter agaknya lebih banyak dijumpai seiring munculnya hiperlokalitas.

Intisari
“Idid endeavour all I could to talk with as few as I could, there being now no observation of shutting up of houses infected, that to be sure we do converse and meet with people that have the plague.” The Diary of Samuel Pepys, tulisan ke-14, September 1665

Ketika wabah pes 1665 mulai menjangkiti jemaat rumah ibadah, Samuel Pepys mencatat perubahan kebiasaan di wajah perkotaan London: ‘tidak ada yang berkeliaran di jalanan, kecuali kaum papa’, ‘tidak ada perahu yang bersandar di tepi sungai’, ‘orang-orang menyalakan api di jalanan’ sebagai upaya ‘membersihkan’ udara, dan ‘pagi dan malam yang sunyi, kecuali bunyi lonceng’ yang menandakan pemakaman korban wabah. Namun Samuel masih mencoba bertahan di London tahun itu.

Administrator British Royal Navy dan anggota parlemen ini berkeras tetap beraktivitas di kotanya, bahkan setelah dipaksa pindah ke Greenwich di pengujung musim panas. Berbeda dengan rekannya yang juga memiliki privilese, segera pindah ke lingkungan pedesaan yang dinilai lebih sehat. Namun selama wabah, Samuel terus berkomuter dari rumahnya di dekat Tower of London, melalui sungai-sungai dari daerah pedesaan dan berkunjung ke berbagai tempat di ibukota. Di lain waktu, ia juga mendatangi pernikahan sepupunya dan bertemu dengan teman kencan.

Ia bukannya tidak takut terjangkit wabah. Di antara rutinitas kerja di The Navy O¯ce dan pertemuan kasual, Samuel menyiapkan surat wasiat, terusmenerus mengunyah tembakau yang saat itu dianggap dapat menghalau infeksi pes, dan menolak memakai wig yang dikhawatirkan diambil dari rambut korban wabah.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI