Tampilkan di aplikasi

Wayang gedog: Wayang istana yang hampir sirna

Majalah Intisari - Edisi 706
13 Juli 2021

Majalah Intisari - Edisi 706

Sejak digubah oleh Sunan Ratu Tunggul (Sunan Giri) dan dimainkan di pusat Kerajaan, wayang gedog telah menempati pertunjukan prestis yang digelar untuk tontonan Raja dan masyarakat Mataram.

Intisari
Lebih dari 30 tahun tertidur, kini ada upaya untuk menghidupkan wayang gedog sebagai upaya melestarikan warisan leluhur. Jika dulu hanya bersifat eksklusif di istana, kini semangatnya tumbuh dari masyarakat biasa. “Waktu itu ramai sekali,” kenang Heri. Kalau dari jauh suaranya tandanya udah main dog..dog, dalangnya.” Dia menceritakan pengalamannya menyaksikan pertunjukan wayang gedog di suatu malam sekitar tahun 1980-an.

“Siapa aja nonton, dari bapak-bapak sampai anak-anak”. Saya menjumpai Heri Dwi Hartanto di sekolah tempat ia bekerja. Dia seorang guru swasta di SMA Al-Islam 1 Surakarta. Barangkali karena bunyi “dog... dog” itulah orang-orang menjuluki kesenian ini sebagai wayang gedog yang populer di Surakarta. Namun dalam versi yang disebutkan Museum Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, kata gedog berasal dari Kandang Kuda karena kebetulan banyak penamaan tokohnya menggunakan nama kuda.

Terinspirasi dari cerita Panji, wayang gedog berupaya untuk memperkuat identitas sejarah lokal dengan mengangkat kerajaankerajaan Hindu di Nusantara dan bukan bersumber dari India seperti wayang Purwa dengan kisah Ramayana dan Mahabharata-nya. Cerita Panji merupakan produk kebudayaan nenek moyang bangsa Indonesia yang luhur yang terus menerus berkembang hingga era modern.

Bermula dari berdirinya peradaban Hindu Kediri di Jawa Timur, cerita Panji diteruskan ke era Kerajaan Majapahit yang menjadi peradaban paling besar dan paling sukses seantero Nusantara. Cerita Panji tidak hanya disajikan dalam bentuk lisan, tapi juga melalui seni kesusastraan. Cerita Panji yang dikenal masyarakat sebenarnya berkisah tentang asmara Raden Panji dan Dewi Sekartaji yang berlatar kehidupan pada masa Kerajaan Hindu tengah berkuasa di Nusantara, seperti Kerajaan Jenggala, Singasari, dan Kediri.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI