Tampilkan di aplikasi

Ketika santri “Belok kiri”

Majalah Intisari - Edisi 708
3 September 2021

Majalah Intisari - Edisi 708

Dua prajurit TNI sedang membaca pamflet dan koran di sebuah jalan di Yogyakarta, 1948. Pada masa itu, memang banyak tentara yang berhaluan kiri.

Intisari
Bagaimana bisa seorang muslim mengaku marxis ketika partai komunis tengah bersitegang dengan umat Islam? Haruskah ia memilih? Bagi Achmadi Moestahal, yang terjadi justru sebaliknya: marxisme-komunisme dan ajaran Islam adalah dua hal yang sejatinya tak pernah bertentangan.

Berbicara tentang masa pergerakan nasional, telinga kita telah cukup akrab mendengar nama Haji Misbach di Surakarta dan Haji Achmad Chatib di Banten yang menjadi tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Bergabungnya para haji dalam ideologi kiri di awal abad ke-20 ini sebabnya cukup sederhana: komunisme, sebagaimana Islam, sama-sama dipandang sebagai alat untuk melawan pemerintah kolonial.

Namun, di masa kemerdekaan, komunisme mulai berjarak dengan Islam. Selain karena tidak ada ulama atau haji yang sekaligus menjadi pemimpin kaum komunis, Republik Indonesia yang masih seumur jagung itu mesti mengalami kemelut politik yang berujung pada Peristiwa Madiun, ketika kekuatan sayap kiri yang tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) mencoba berontak kepada pemerintah yang sah.

Kebanyakan korban tewas akibat peristiwa itu adalah orang-orang Islam. Stigma umat Islam tehadap komunisme pun segera mengental. “Peristiwa Madiun sering dipandang sebagai salah satu fakta yang membuktikan bahwa kaum komunis tidak pernah dapat hidup bersama dengan kaum beragama,” tulis Budiawan dalam bukunya, Mematahkan Pewarisan Ingatan: Wacana Anti-Komunis dan Politik Rekonsiliasi Pasca-Soeharto.

Maka itulah, ketika membincangkan Peristiwa 65, orang-orang akan dengan mudah mengingat ketidakcocokan antara komunisme dan Islam. Namun narasi besar itu akan goyah, jika tak dapat dikatakan runtuh, ketika sebagian orang yang mendukung gagasan-gagasan marxisme ini ternyata juga memegang teguh keyakinan agamanya. Di sinilah, kita akan bersinggungan dengan sosok Achmadi Moestahal.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI