Tampilkan di aplikasi

Kiai Ibrahim Tunggul Wulung, penggali Kristen Jawa

Majalah Intisari - Edisi 711
1 Desember 2021

Majalah Intisari - Edisi 711

GITJ Banyutowo di desa Banyutowo, Dukuhseti, Pati, Jawa Tengah . Gereja yang dulu dirintis oleh Kiai Ibrahim Tunggul Wulung

Intisari
Namanya nyaris tidak diingat oleh mayoritas umat Kristen Protestan di tanah Jawa, bahkan oleh generasi penerus dari jemaat sendiri. Padahal dalam penginjilannya, ia berhasil membuat nilai-nilai Kristen menjadi sangat kontekstual dan menjawab kebutuhan jemaat. Tak salah bila dikatakan, ia penggali Kristen Jawa sesungguhnya.

Jika berbicara tentang sejarah penyebaran agama Kristen di Jawa, khususnya Jawa Tengah, biasanya orang akan langsung teringat pada nama Kiai Sadrach. Penginjil asal Jepara ini boleh dikatakan sebagai sosok penginjil bumiputra paling populer dan berpengaruh, akhir abad ke-19. Pada 1890 saja pengikutnya sudah mencapai 20 ribu orang di sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Gereja Kristen Jawa Karangjoso yang didirikannya pada 1871 hingga kini masih berdiri bahkan jadi situs cagar budaya di Purworejo, Jawa Tengah. Tak banyak orang tahu, selain Sadrach atau nama aslinya Radin Abas, ada satu tokoh yang lebih senior dan kharismatis yakni Kiai Ibrahim Tunggul Wulung. Keduanya bahkan pernah bekerja sama menggembalakan umat Kristen di Desa Bondo, Jepara.

Saat itu Tunggul Wulung tengah berkeliling daerah guna menarik umat untuk tinggal di Bondo dan Sadrach menggantikannya sementara. Maka tak heran jika cara pendekatan Sadrach terhadap masyarakat tradisional Jawa saat itu, kabarnya punya beberapa kesamaan dengan Tunggul Wulung. Sayangnya setelah meninggal dunia pada 1885, nama Tunggul Wulung seolah tenggelam ke dasar bumi.

Perannya dalam penyebaran ajaran Kristen beraliran Mennonite di Jepara dan sekitarnya tidak terdengar oleh generasi-generasi setelahnya. Kiprahnya seolah hanya sebatas legenda dalam cerita tutur masyarakat setempat. “Memang kalah terkenal,” kata Pdt. Danang Kristiawan, M.Si. Teol, pendeta di Gereja Injili Tanah Jawa (GITJ) yang mengakui hilangnya nama Tunggul Wulung dalam benak generasi penerus jemaatnya.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI