Wacana penyebaran agama Kristen di Tanah Batak tampaknya tidak terlihat sederhana. Berbagai usaha dilakukan agar Batakmission berhasil menunaikan misinya. Dalam perkembangan penyebaran agama Kristen, badan zending dan kolonial menjadi hal yang tak dapat dipisahkan. Dalam Sejarah Pendidikan Kristen karya Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, usaha pendidikan zending di Indonesia dilakukan serempak oleh lembaga-lembaga zending itu sendiri.
Misalnya seperti Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) yang telah memulai aktivitas penginjilan sejak 1815 di Ambon, kemudian disusul di Timor tahun 1819, dan Minahasa tahun 1827. Setelah itu ada Rheinische Missions Gesellschaft (RMG) di Kalimantan Selatan sejak 1835 dan Tanah Batak di 1861 yang kemudian menyusul ke wilayah Nias.
Dalam usaha penyebaran agama ini, badan-badan itu membangun gereja dan juga sekolah. Kroeskamp, pengarang buku asal Belanda, melihat bahwa usaha itu sebagai cara“to restore the old Christian communities to their former glory ( untuk mengembalikan komunitas Kristen lama ke kejayaan mereka sebelumnya)” Meskipun pendirian sekolah terlebih dahulu dilakukan oleh pemerintah Kolonial Belanda yang kemudian diikuti oleh badan zending.
Batakmission. Di Tanah Batak, upaya penyebaran Kristen ini dikenal dengan sebutan Batakmission yang dilakukan oleh badan Zending RMG. Ini terbentuk oleh pertemuan dua zendeling RMG, Klammer dan Betz yang sebelumnya bertugas di Kalimantan dan dua zendeling dari Ermelo, Van Asselt dan Heine, berkumpul di Sipirok pada 7 Oktober 1861. Tanggal itu kemudian diperingati sebagai hari lahir Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) atau gereja Kristen Protestan dari Batak Toba.
