Di masa lalu, kereta api merupakan sarana transportasi yang mewah. Pemerintah Hindia Belanda membangun Stasiun Beos dan Stasiun Tanjung Priok. Keduanya memiliki peran besar di masanya. Dari banyak stasiun kereta api di Jakarta, Stasiun Beos atau Jakarta Kota dan Stasiun Tanjung Priok memiliki peran besar pada masanya. Sayangnya, seiring bergulirnya waktu kedua stasiun ini harus bekerja keras menahan gerusan arus kemajuan yang bisa melenyapkannya.
Pada masanya, kemewahan naik kereta api sebagai sarana transportasi yang “wah” menular kepada bangunan tempat kereta api itu ngetem (menunggu penumpang - Red.). Tak perlu jauhjauh melihat stasiun kereta api di Eropa, di Indonesia sendiri sisasisa kemewahan stasiun kereta api masih bisa dilihat.
Di beberapa kota besar, bangunan stasiun kereta api masih tetap berdiri dan berfungsi sebagaimana mestinya. Satu dua memang perannya menyurut dan keberadaannya mulai terusik oleh kepentingan ekonomi yang berujung pada alih fungsi bangunan.
Di Jakarta stasiun kereta api Tanjung Priok termasuk deretan stasiun yang kehilangan gairah. Semenjak tidak difungsikan sebagai terminal angkutan penumpang, kondisi bangunan yang mulai berfungsi sejak 1918 itu makin lama makin tidak terurus.
Selain Tanjung Priok, Jakarta masih punya stasiun peninggalan Belanda lainnya, yaitu Stasiun Jakarta Kota yang pernah diributkan karena hendak direnovasi dengan penambahan ruang komersial. Padahal, stasiun ini sudah masuk cagar budaya.
Yang unik dari stasiun ini, selain bangunannya yang kuno, yaitu posisinya sebagai stasiun tujuan terakhir. Di sinilah kita bisa melihat ujung rel. Tidak seperti Stasiun Gambir, Stasiun Senen, atau Stasiun Jatinegara yang ke kiri atau ke kanan rel keretanya menghilang di horizon.
