Tampilkan di aplikasi

Gandrung Banyuwangi coba mendunia

Majalah Intisari - Edisi 730
28 Juni 2023

Majalah Intisari - Edisi 730

Semula tari persembahan kepada Dewi Sri sang pelindung pertanian. Sifatnya sakral, perlu sesajian sebelum memen taskannya. Sekarang, gandrung adalah tari pergaulan yang biasa dipertunjukkan kepada para turis atau digelar di festival tari antarbangsa. Gandrung lantas memberi kehi dupan bagi banyak orang.

Intisari
Seorang perempuan muda, dengan busana mirip penari serimpi bermahkota omprok, menari gemulai. Tangan terayun, berputar, sesekali menyibakkan selendang yang men juntai di lehernya. Gerakannya mengepak bagaikan burung, dan tubuhnya meliuk bagai ular. Ia seperti menggoda pria lawan tarinya (pemaju).

Namun ketika sang pema ju mendekatkan muka seolah-olah hendak mencium, si penari mengelak. Itulah gandrung. Gerakannya bisa sangat sensual, bisa pula mencirikan tubuh yang lentur namun bertenaga. Tariannya disebut gan drung, sang penari pun, karena kebiasaan turun-temurun, juga disebut gandrung.

Ditanggap untuk meramaikan hajat. Gandrung adalah salah satu tarian orang (lare) Osing, suku asli Banyuwa ngi, daerah di ujung timur Pulau Jawa. Tarian ini di modifi kasi dari tari pemujaan kepada Dewi Sri, disesuaikan dengan zaman, menjadi tari kreasi pergaulan.

Selain men jadi kebanggaan dan iden titas budaya (seperti ditulis budayawan Hasnan Singodimayan di Inti sari Mei 1995), gan drung juga dipentaskan di luar Banyuwangi. Di pertukaran budaya di kota lain, bahkan ikut festival di luar negeri. Pada Festival Tari Tradisional Dunia di Korea Utara (2003) yang diikuti 47 negara, gandrung Banyuwangi menjadi tarian terpopuler kedua setelah tari dari Rusia.

Hampir sama dengan jaipong di pedalaman Jawa Barat, ronggeng di sekitar Cirebon dan Indramayu, atau tayub di sekitar Blora dan Cepu, Jawa Tengah (Intisari Oktober 2001), gandrung juga mengha dirkan penari, penyanyi, musik pengiring, dan penari spontan yang berasal dari penonton secara bergantian.

Memang tidak sama dengan seblang, tari ungkapan rasa syukur seusai masa panen yang mensyaratkan si penari untuk trance alias kesurupan (Intisari Juni 1994) yang juga budaya masyarakat Osing.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

INTERAKTIF
Selengkapnya
DARI EDISI INI