Perang Dunia II menghasilkan kekacauan bagi Belanda dan koloninya, Hindia Belanda. Ketakutan mereka setelah NAZI Jerman mulai menginvasi Belanda pada 10 Mei 1940 membuat keluarga Kerajaan Belanda melarikan diri ke London, Inggris, pada 15 Mei 1940. Apalagi pada hari itu, Jerman juga mengebom Rotterdam. Hasilnya, pemerintahan Belanda dalam pengasingan pun dimulai.
Status koloni Belanda di Asia Tenggara pun tidak lebih baik dari negara induknya. Kekhawatiran akan kegiatan militer Jepang membuat pemerintah kolonial Hindia Belanda membekukan seluruh aset dan melikuidasi empat bank besar milik Jepang yang membuka kantornya di Hindia Belanda. Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank, Mitsui Bank, dan The China and Southern Bank pun dilikuidasi pada bulan Juli 1941.
Tindakan pemerintah kolonial Hindia Belanda itu meniru sekutu mereka yaitu Amerika Serikat dan Inggris yang telah terlebih dahulu membekukan aset Jepang di wilayah kekuasaan mereka. Serangan Jepang ke Pearl Harbour di Hawaii pada 7 Desember 1941 membawa kekhawatiran tersendiri bagi Hindia Belanda.
Negara koloni tersebut ketakutan akan dikuasai oleh Jepang. Apalagi, beberapa waktu sebelumnya Presiden De Javasche Bank (DJB), bank sirkulasi di Hindia Belanda, Gerard Gilles van Buttingha Wichers menyatakan bahwa ada kemungkinan Jepang akan menyerang Hindia Belanda.
Demikian kabar dari De Javasche Bank Verslag van den Presiden van DJB yang dirilis pada 1941. Esoknya, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jhr. Alidius Tjarda van Starkenborg Stachouwer mengumumkan perang dengan Jepang. Ia melakukannya segera setelah mendapat informasi dari radio yang menyatakan bahwa Belanda telah menyatakan perang dengan Jepang.
