Tampilkan di aplikasi

Drama dalam operasi kraai

Majalah Intisari - Edisi 738
28 Februari 2024

Majalah Intisari - Edisi 738

Bagaimana beberapa peristiwa kecil terjadi di sela sebelum dan sesudah terjadinya Agresi Militer II Belanda ke Yogyakarta.

Intisari
Hotel Des Indes, Batavia, 18 Desember 1948. Hawa panas membekap malam. Dua jam menjelang pergantian hari, tidur H. Merle Cochran tetiba diganggu ketukan keras dari luar kamarnya. Setengah bersunggut, diplomat Amerika Serikat (AS) itu membuka pintu. Nampak di depannya Yusuf Ronodipuro berdiri dengan wajah setengah pucat.

Anggota delegasi RI dalam perundingan dengan Belanda itu lantas menyodorkan selembar kertas kepada Cochran. “Damn it! We have to go to Jogja now! (Sialan! Kita harus pergi ke Yogya sekarang juga)” teriak Cochran begitu selesai membaca surat tersebut. Mengapa Ketua Komisi Tiga Negara (KTN) itu begitu murka?

Kecurigaan Kolonel Simatupang. Beberapa jam sebelumnya di Yogyakarta. Kolonel T.B. Simatupang terlibat perbincangan serius dengan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Dalam pertemuan itu, Simatupang menyampaikan kekhawatirannya Belanda akan mungkir dari Perjanjian Renville dan melakukan invasi militer ke Yogyakarta. Hatta memiliki kecurigaan yang sama dengan Kepala Staf TNI itu.

Namun dia percaya bahwa invasi itu tak akan terjadi dalam waktu dekat, terlebih esok hari. Keberadaan para pengawas KTN di Kaliurang, akan menjadi penghalang niat buruk Belanda. Hatta juga haqul yakin jika Belanda baru berani menyerang setelah mereka mendirikan pemerintah federal sementara yang terdiri atas negara-negara bagian Indonesia yang sudah dibangun dan dikuasai Belanda. Demikian diungkapkan George McTurnan Kahin dalam Nationalism and Revolution in Indonesia.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

INTERAKTIF
Selengkapnya
DARI EDISI INI