Tampilkan di aplikasi

Perang kemerdekaan di Kalimantan Selatan, 1945-1949

Majalah Intisari - Edisi 738
28 Februari 2024

Majalah Intisari - Edisi 738

Brigjend Hassan Basry ( tengah), Brigjend H.M Yusi ( kiri pakai PDL) disampingnya Artum Artha, dkk

Intisari
Meski merasa dirugikan akibat adanya Perjanjian Linggarjati, para tokoh perjuangan di Kalimantan Selatan berusaha sekuat tenaga menunjukkan eksistensi negara RI. Bahkan pernyataan itu ditegaskan lewat Proklamasi 17 Mei 1949. Bagaimana lika-likunya?

Alkisah, tahun 1946-1947 bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia di Kalimantan Selatan (Kalsel) merupakan masa yang silang selimpat. Pejuang Banjar bernama Hassan Basry menahbiskannya sebagai era “mega mendung” (awan gelap) untuk melukiskan betapa beratnya keadaan perjuangan di Kalsel.

Para pejuang yang tergabung dalam beberapa organisasi kelaskaran semakin terdesak dan halai-balai, serta telatahnya lebih sempit karena masifnya blokade dan serangan militer dari pihak Belanda. Rakyat Kalsel dengan segenap komponennya sejak awal telah bertekad untuk tetap menjadi bagian dari Republik Indonesia (RI) berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945.

Akan tetapi Persetujuan Linggarjati telah menimbulkan reaksi pro dan kontra, bukan hanya di pihak Indonesia, tetapi juga di Kerajaan Belanda. Dalam Persetujuan Linggarjati, Belanda hanya mengakui kekuasaan de facto RI atas Pulau Jawa, Pulau Madura, dan Pulau Sumatra.

Menurut pihak pemerintah Indonesia, Persetujuan Linggarjati merupakan perjanjian internasional, sehingga pengakuan yang diberikan bukan pengakuan de facto, tetapi de jure. Oleh sebab itu, pemerintah RI secara sadar dan resmi (de jure) telah melepaskan Pulau Kalimantan untuk menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Belanda.

Akibat politis dan yuridis dari Persetujuan Linggarjati adalah status Provinsi dan Gubernur Kalimantan yang dibentuk tidak lama pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia titimangsa 17 Agustus 1945 tidak relevan atau tak sah. Konsekuensinya terhadap militer adalah semua tentara Republik yang ada di luar Jawa dan Sumatra harus dibubarkan.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

INTERAKTIF
Selengkapnya
DARI EDISI INI