Tampilkan di aplikasi

Cerita Panji dan pendidikan karakter

Majalah Intisari - Edisi 739
1 April 2024

Majalah Intisari - Edisi 739

Cerita Panji bukan hanya sekadar cerita, melainkan sebuah pesan dari warisan kultural bagi berjalannya pendidikan karakter di zaman sekarang. Bukan pula semata untuk dikisahkan pada anak, melainkan sebagai pedoman pola asuh yang dapat dilakukan oleh orang tua.

Intisari
"... uang dan perhiasan ini kita bagikan ke setiap rumah penduduk yang miskin. Kita letakkan barang-barang itu di depan pintu rumah masing-masing. Dengan begitu, mereka akan mendapatkan barangbarang itu ketika membuka pintu rumahnya”.

Demikian ucapan Galuh Candra Kirana yang sedang menyamar sebagai Sudargo dan berwujud sebagai seorang laki-laki perampok. Sebelum merampok, Sudargo menemui penduduk untuk berdialog dan bercakap. Dari percakapan tersebut, Sudargo mengetahui bahwa penduduk desa sekitar Bukit Maskumambang hidupnya miskin dan ketakutan karena adanya kejahatan yang dilakukan seorang saudagar bernama Karpo.

Sepenggal kalimat dari cerita Golek Kencono di atas menggambarkan ciri khas dari banyaknya Cerita Panji yang ada. Ciri khas di mana semua kisahnya menyiratkan keluhuran sifat dan karakter sang tokoh secara puitis, penuh filosofis dan terasa berlapis dengan adanya penyamaran demi penyamaran. Butuh waktu untuk mencerna dan merenungi pesan apa yang ingin disampaikan dalam satu cerita.

Apalagi rasanya memahami makna cerita dengan pesan budi pekerti, terasa semakin berat di zaman sekarang. Kita hidup dalam era di mana warisan kebaikan seringkali terabaikan. Di tengah arus informasi yang tak terbendung, kejujuran dan integritas seringkali terkikis oleh kepentingan pragmatis. Pasalnya, budi pekerti yang dulu dijunjung tinggi sebagai landasan moral dan etika, kini seringkali terpinggirkan oleh kebutuhan akan keuntungan pribadi dan kepuasan instan.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

INTERAKTIF
Selengkapnya
DARI EDISI INI