Tampilkan di aplikasi

Buku Kanaka hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Janji Hujan pada Pelangi

1 Pembaca
Rp 42.000 29%
Rp 30.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 90.000 13%
Rp 26.000 /orang
Rp 78.000

5 Pembaca
Rp 150.000 20%
Rp 24.000 /orang
Rp 120.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Pak Arif adalah sosok guru honorer teladan yang mengabdikan dirinya di desa terpencil dan sangat sepi. Semenjak Virus Corona menyerang siswa di sekolah tempat Pak Arif mengajar di liburkan atau belajar dari rumah. Ada banyak kejadian setelah virus ini melanda namun Pak Ari kesulitan dalam mengubah pola pikir masyarakat tempat dia mengajar. Seluruh warga masih percaya dengan kemampuan dukun kampung dalam menangani masalah penyakit. Termasuk untuk menangani warga yang terkena Virus Corona. Karena terlambat mendapatkan bantuan medis, beberapa masyarakat meninggal dunia disebabkan serang virus ini namun masyarakat tetap menganggap ini bisa di sembuhkan oleh dukun.

Sebagai seorang guru Pak Arif sangat baik kepada siswanya yaitu Nafsiah. Pak Arit pun baik kepada ibunya Nafsiah. Sehingga Pak Arif jatuh cinta kepada ibu dan anak tersebut secara bersamaan. Tentu saja semuanya tidak bisa terjadi karena hal itu tidak mungkin. Namun Pak Arif tetap membantu Nafsiah ketika ibunya sakit. Setamat SMA Nafsiah melanjutkan kuliah dan jauh dari Pak Arit.

Pak Arif pun melanjutkan kuliah ke Pascasarjana. Karena berkepribadian terlalu ambisius dan introvert akhirnya Pak Arif tidak memiliki teman. Sehingga suatu saat kendaraan yang dibawa Pak Arya menabrak Pak Arif dan harus di rawat ke Singapura. Setelah sembuh Pak Arya meninggal dan semua hartanya diwariskan kepada Pak Arif. Jadilah sekarang PakArit sebagai seorang Milyader.

Usia Pak Arif sudah masuk ke kepala lima namun ia masih saja belum menikah. Sehigga ia memutuskan untuk ta'aruf. Tidak disangka calon yang diberikan Pak Ustad adalah Nafsiah. Akhirnya pernikahanpun terjaci dengan syarat Pak Arif harus berjanji setia umpama pelangi yang hadir saat hujan rintik turun. Janji itupun disanggupi oleh Pak Arif dan akhirnya mereka menikah.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Alam Sahri

Penerbit: Kanaka
ISBN: 9786232585850
Terbit: Maret 2021 , 108 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Pak Arif adalah sosok guru honorer teladan yang mengabdikan dirinya di desa terpencil dan sangat sepi. Semenjak Virus Corona menyerang siswa di sekolah tempat Pak Arif mengajar di liburkan atau belajar dari rumah. Ada banyak kejadian setelah virus ini melanda namun Pak Ari kesulitan dalam mengubah pola pikir masyarakat tempat dia mengajar. Seluruh warga masih percaya dengan kemampuan dukun kampung dalam menangani masalah penyakit. Termasuk untuk menangani warga yang terkena Virus Corona. Karena terlambat mendapatkan bantuan medis, beberapa masyarakat meninggal dunia disebabkan serang virus ini namun masyarakat tetap menganggap ini bisa di sembuhkan oleh dukun.

Sebagai seorang guru Pak Arif sangat baik kepada siswanya yaitu Nafsiah. Pak Arit pun baik kepada ibunya Nafsiah. Sehingga Pak Arif jatuh cinta kepada ibu dan anak tersebut secara bersamaan. Tentu saja semuanya tidak bisa terjadi karena hal itu tidak mungkin. Namun Pak Arif tetap membantu Nafsiah ketika ibunya sakit. Setamat SMA Nafsiah melanjutkan kuliah dan jauh dari Pak Arit.

Pak Arif pun melanjutkan kuliah ke Pascasarjana. Karena berkepribadian terlalu ambisius dan introvert akhirnya Pak Arif tidak memiliki teman. Sehingga suatu saat kendaraan yang dibawa Pak Arya menabrak Pak Arif dan harus di rawat ke Singapura. Setelah sembuh Pak Arya meninggal dan semua hartanya diwariskan kepada Pak Arif. Jadilah sekarang PakArit sebagai seorang Milyader.

Usia Pak Arif sudah masuk ke kepala lima namun ia masih saja belum menikah. Sehigga ia memutuskan untuk ta'aruf. Tidak disangka calon yang diberikan Pak Ustad adalah Nafsiah. Akhirnya pernikahanpun terjaci dengan syarat Pak Arif harus berjanji setia umpama pelangi yang hadir saat hujan rintik turun. Janji itupun disanggupi oleh Pak Arif dan akhirnya mereka menikah.

Ulasan Editorial

Semua janji Allah itu nyata, untuk itu tetap berbaik sangka kepada Allah. Dia selalu memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita minta. Tetap berusaha dan berdoa, akan ada waktunya Allah mengijabah semua doa-doa kita.

(Kramat VII Aster 104)

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah yang telah melimpahkan semua rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan novel yang berjudul “Janji Hujan Pada Pelangi”. Novel ini adalah novel tunggal pertama yang penulis tulis. Dalam novel ini disajikan kisah-kisah menarik yang wajib untuk dibaca. Novel ini merupakan novel yang dibuat dalam suasana masa pandemi Covid-19 sehingga tidak mengherankan kisah-kisah yang disajikan juga terdapat unsur-unsur kehidupan masyarakat yang terserang Virus Corona.

Penulis sangat mengharapkan adanya pembaca yang meresensi novel ini guna untuk perbaikan karya-karya selanjutnya yang akan penulis buat. Sungguh suatu penghargaan yang luar biasa jika novel ini diresensi dan dapat dipergunakan dalam pembelajaran novel di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia.

Akhir kata novel ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan.
Besar harapan novel ini dapat memperkaya dunia sastra Indonesia.

Penulis

Alam Sahri - Alam Sahri, M. Pd. lahir di desa Imigrasi Permu pada tanggal 21 Maret 1983 dari pasangan Bapak Nursaman dan Ibu Kahdijah. Menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 94 Kepahiang pada tahun 1996 dan meneruskan pendidikan ke SLTP yaitu SLTP 1 Kepahiang tamat pada tahun 1999. Kemudian menamatkan SMU 1 Kepahiang pada tahun 2001. Pendidikan dilanjutkan di Universitas Bengkulu jurusan Bahasa dan Seni program studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Bengkulu dan tamat pada tahun 2005. Tahun 2014 penulis meneruskan pendidikan ke Program Pascasarjana (S2) Universitas Bengkulu dan menamatkan pendidikan pada tahun 2015. Penulis adalah guru aktif di SMK Negeri 2 Kepahiang sejak tahun 2009.


Daftar Isi

Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bagian 1 Pandemi Nafsiah
Bagian 2 Rindu Abah Emak
Bagian 3 Ibunya Idolaku
Bagian 4 Ada Apa Dengan Hati Nafsiah
Bagian 5 Janjiku
Bagian 6 Laksana Menabur Garam Ke Laut
Bagian 7 Terlalu Manis Untuk Dilupakan
Bagian 8 Di Atas Normal
Bagian 9 Janji Hujan Pada Pelangi
Biodata Penulis

Kutipan

Bagian 1 Pandemi Nafsiah
Hari ini tepat sepuluh tahun aku mengabdikan diri  sebagai tenaga honorer pada sebuah Sekolah Menengah Pertama Swasta yang ada di Desa Durian Sebatang, desa yang masih asri namun terletak jauh di pedalaman sehingga jarang sekali melihat kendaraan melintas di desa ini.

Seluruh ilmu kuabdikan di desa ini, sehingga siswa, rekan guru dan kepala sekolah menempatkan aku sejajar dengan mereka para ASN yang ada di sekolah tersebut. Para siswa biasa menyapaku dengan sebutan Pak Arif dan memang itu merupakan namaku nama yang diberikan oleh kedua  orang tuaku saat pertama lahir ke dunia ini. Nama yang penuh  harapan agar aku menjadi seorang yang mempunyai tingkah laku yang baik dan dapat menjadi teladan bagi masyarakat yang ada di sekelilingku. Sepuluh tahun bukan waktu yang cepat untuk mengukir sejarah hidup di desa ini. Begitu banyak kejadian manis dan pahit yang akan menjadi kenangan di masa yang akan datang.

Mulai dari membantu menyelesaikan masalah keluarga sampai kepada intrik kehidupan pribadi terjadi selama kurun waktu itu.
Pagi ini dengan langkah gontai aku turun dari sepeda yang biasa mengantarkan ke tempat mengajarku. Sepeda yang mulai berkarat karena nyaris tanpa perawatan. Namun sepeda tersebut tidak pernah mengeluh dan tetap setia mengantarkanku ke mana pun tujuan yang akan aku capai.

Lima menit berselang. Aku sampai ke Ruang Guru. Ruangan ini begitu sepi, tidak ada canda tawa dari guru-guru yang setiap hari datang mengabdikan dirinya untuk mendidik anak-anak Desa Durian Sebatang ini. Pintu Ruang Guru terbuka lebar, Nampak dari kaca jendela Pak Sarman sedang sibuk membersikan bunga-bunga yang mulai menua, tangan rapuhnya sangat telaten dalam mencabut, memangkas, dan merapikan bunga-bunga yang ada di belakang Ruang Guru ini.

Aku segera berjalan menuju meja kerja yang masih penuh tumpukan buku-buku tugas para siswa yang tidak sempat dibagikan karena pemerintah mengumumkan untuk meliburkan para siswa secara mendadak karena ada serangan Covid 19 atau yang lebih dikenal dengan nama Virus Corona.

Satu per satu kulihat buku-buku tersebut, entah mengapa tanganku berhenti pada buku salah satu siswa yang bernama Nafsiah. Kubuka lembar demi lembar buku tersebut, kupandangi tulisan rapi siswa kelas tujuh tersebut sehingga anganku melayang teringat akan kejadian yang dialami gadis mungil ini dua tahun lalu. Saat itu Nafsiah masih duduk di kelas tujuh, kejadian yang akan menjadi sejarah kelam dalam hidupnya, kejadian yang memang tidak bisa aku lupakan di mana pagi itu Nafsiah Nampak murung di kelas, dengan rasa penasaran yang tinggi, setelah jam pembelajaran berakhir aku panggil dia ke ruang guru;  “Ayo nak, silakan duduk!” Ucapku saat Nafsiah datang ke Ruang Guru.

Nafsiah duduk dengan muka tertunduk tak berani menatap wajahku yang memang kata para siswa wajahku sangat menakutkan dan menyeramkan, lebih menyeramkan dari pada hantu-hantu di film-film horor yang saat ini sedang digandrungi oleh anak-anak muda. Itulah sebabnya mengapa setiap pulang sekolah aku selalu menatap wajahku di depan kaca, di dalam kamarku yang sangat sempit dan sumpek.

Berkali-kali kutatap wajahku namun aku tidak melihat ada yang salah dari wajahku semua normal-normal saja mungkin karena ada sedikit bekas luka di ujung kening bekas kenakalan di masa kecil karena terjatuh saat memanjat pohon jambu biji milik tetangga.