BRUAAAK....! Suara tabrakan terdengar di ujung jalan. Handika bersama beberapa kawannya bergegas lari ke arah asal suara. Alangkah terkejut, ketika sampai di lokasi, ia dapati kawan-kawannya yang tengah berpacu dalam balapan liar di jalan utama kampung, pada tergeletak.
Bercucuran darah. Bahkan satu di antaranya langsung meninggal dunia di tempat. Pristiwa naas itu mengguncang jiwa Dika, panggilan akrabnya. Ia merasa sangat beruntung, tidak ikut balapan liar malam itu. Pasalnya, kuda besi kesayangannya lagi bermasalah.
Tidak bisa dipancu cepat. Petang itu, seperti biasa Dika ngelencer dengan temantemannya. Keliling kampung. Tiba-tiba, ia ingin ke kamar kecil. Tengok kanankiri, kedua matanya menangkap masjid kampung. Pergila ia ke sana untuk menunaikan hajatnya.
Selesai, niat hati ingin bersegera bergabung dengan kawan-kawan. Kedua kakinya telah diayuhkan ke luar masjid. Sampai di beranda depan masjid, tak dinyana kedua matanya menangkap sosok ‘aneh.’ Seorang pemuda seumurannya, tengah duduk sila bersandar di sebuah tiang masjid.
Di tangannya terdapat sebuah mushaf. Bibirnya nampak asyik bergerak, melantunkan ayat-ayat al-Qur’an. Entah apa yang terjadi. Secara mendadak, putra pasangan Efendi dan Sanani itu seakan terhipnotis. Ia yang mulanya hendak keluar, berubah haluan. Sedikit namun pasti, kedua kakinya melangkah menuju sosok misterius itu. “Saya tidak tahu.
Melihatnya (pemuda) khusyu’ membaca al- Qur’an, seperti ada ketenangan di hati,” jelas Dika. Singkat cerita. Setelah berkenalan, tahulah Dika bahwa pemuda itu warga sekampung Dika. Jarang kelihatan, karena memang tengah mondok. Bertepatan saat itu waktu libur. Jadi bersilaturrahim dengan keluarga di rumah.
