Sepulang sekolah adalah waktu yang tepat bagi Rae, 5 tahun, untuk bermain. Saat siang hari, ia lebih sering bermain di rumah, biasanya baru sore hari Rae bermain dengan anak tetangga. Saat bermain sendiri, ia tampak kerap tengah berbicara dengan seseorang. Kadang ia menjajarkan mobil-mobilannya, lalu ia bercerita mobil-mobil tersebut terjebak macet. Atau di waktu lain, ia berujar, “Ibu, aku boleh main ke lapangan?” Saat ditanya main dengan siapa, dia menjawab, ia bermain dengan temannya. Namun, tak ada teman siapa pun yang dimaksud. Ternyata lapangan yang dimaksud Rae adalah garasi rumah. Lalu ia sibuk menendang bola ke sana sini.
Lain dengan cerita Sita, 5 tahun. Ia senang sekali bermain piknik-piknikan dengan bonekabonekanya. Ia menamai semua bonekanya dan memperlakukan mereka seperti teman sesungguhnya. Sita menjamu “teman-teman” itu dalam acara minum teh bersama. Kadang ia sambil bercerita ini itu pada teman-temannya. ekspresi Perasaan dan keterampilan sosial Teman imajinasi biasanya tumbuh dari imajinasi aktif si kecil. Punya teman imajinasi adalah salah satu cara si prasekolah mengekspresikan perasaannya sekaligus menjadi teman berlatih keterampilan sosial anak. Sebuah penelitian di Kanada pada tahun 2010 yang dilakukan di kalangan anak TK menemukan, dua dari tiga anak prasekolah punya teman imajinasi, maka tak heran jika anak kita mungkin memilikinya.
Teman imajinasi adalah teman pura-pura yang dibuat anak dalam imajinasinya. Biasanya teman imajinasi ini muncul dalam berbagai bentuk dan ukuran. Bisa berdasarkan sosok yang sudah anak ketahui, tokoh kartun favorit anak, atau boneka yang mirip sosok manusia, bahkan bisa juga so-sok yang betul-betul lahir dari imajinasi si kecil. Teman imajinasi ini mungkin selalu ada di dekat anak, bisa juga datang dan pergi, atau hanya muncul di beberapa tempat di rumah.
