Alasan utama Fika dan Aldi memilih lokasi berlibur itu karena ingin bernostalgia bulan madu dulu. Resor yang berada di selatan Jawa Barat itu memang seru. Dikelilingi bukit dengan bungalow di tengah danau. Adem sudah pasti. Asri, tentunya. Namun mereka lupa. Kini mereka tak cuma berdua. Ada Bunga (7 tahun) yang diajak juga berlibur. Tapi yang kemudian terjadi, liburan akhir tahun lalu Fika sekeluarga itu jangankan berkesan—yang ada mereka bertiga malah stres.
Betapa tidak. Seperti sebagian kita tahu, di resor yang bertarif tidak murah itu— lantaran memang menerapkan konsep back to nature—jangankan jaringan internet, TV saja tidak disediakan. Hingga hampir setiap jam, Bunga ngomel. Bahkan putri mereka itu sampai mengancam mogok makan jika mereka tidak segera balik ke Jakarta.
“Nah, seperti ini, kan, hasil saran kamu biar dia liburan gak megang HP melulu,” sergah Fika pada Aldi. Dan suaminya itu pun tak kalah, “Lho, kata kamu Bunga perlu juga merasakan suasana alam yang sesungguhnya, bukan main di mal melulu!” Anda pernah mengalami seperti Fika dan Aldi jugakah? Gadget Tidak Haram Merancang liburan bareng pasangan saja kadang tidak gampang—apalagi bersama anak—yang lantas bertajuk “liburan keluarga” itu.
Belum lagi, kalau tujuan liburan keluarga membawa pula “misi” yang baik untuk si kecil kita. Misal, agar si kecil—paling tidak selama berlibur—bisa lepas dari cengkeraman HP atau gadget, agar dia lebih mengenal alam, agar dia jadi tambah pintar, dan agar-agar lainnya. Tapi, apa bisa kita melakukan itu semua? Bisa. Selama kita mau melakukan kompromi—terutama dengan si kecil.
