“Adek main boneka, kalo kakak main mobil-mobilan aja, ya!” Himbauan atau perintah seperti ini pasti sering kita dengar. Atau bisa jadi sebagian kita juga menerapkan bahwa si adek yang perempuan kalau mau main ya sama boneka, tak boleh main mobilmobilan, sementara kakaknya yang laki-laki, sebaliknya.
Salahkah kita kalau bersikap seperti itu? Mungkin tidak. Karena, siapa orangtua yang tidak khawatir jika jagoan kecilnya menjadi kemayu dan bersikap lembut seperti perempuan gara-gara memilih bermain boneka. Sementara si kecil cantik nanti malah jadi tomboi Tapi, meskipun tidak salah, sikap kita semacam itu tidak tepat.
Karena, siapa bilang anak perempuan tak boleh memainkan permainan yang menantang dan anak laki-laki tak boleh bermain permainan yang lebih lembut? Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., psikolog anak dan keluarga dari Klinik Terpadu Universitas Indonesia itu mengatakan, tak ada salahnya jika si kecil bermain permainan di luar gendernya. Bahkan, hal ini akan baik dalam mengembangkan daya kreativitas anak saat bermain.
“Enggak apa-apa juga. Kalau kita terlalu khawatir permainan tertentu akan membuat anak jadi keperempuan-perempuanan atau kelaki-lakian, jangan lupakan contoh-contoh di kehidupan nyata. Seperti bagaimana peran ibu dan peran ayahnya dalam kesehariannya dia. Jadi, jangan terlalu khawatir dengan jenis permainannya,” ujar Anna.
Jadi jangan hanya melihat “kamu enggak boleh main ini, kamu tidak boleh main itu.” Tetapi perhatikan pola interaksi yang bisa kita ajarkan, tentang bagaimana menjadi perempuan dan bagaimana menjadi laki-laki di dalam kehidupan anak sehari-hari. Selain itu, seperti kita tahu—aktivitas bermain akan membantu mengoordinasi motorik anak untuk benar-benar bisa terbangun dan bekerja secara optimal. Itulah gunanya anak diperkenalkan dengan beragam jenis permainan, sehingga mereka lebih terasah kemampuannya. Sehingga akan baik pula bagi proses tumbuh kembangnya, kan?
