Percaya atau tidak, ada sebanyak 50,9% dari total responden pasangan di ASEAN yang mengaku sudah mau berbagi peran dalam urusan rumah tangga, di semua aspeknya. Setidaknya, itulah data yang dirilis oleh HILL ASEAN Gender Equality Perceptions Survey tahun 2017 silam. Artinya? Tentu sudah bisa kita tebak. Bahwa di dalam urusan rumah tangga, termasuk soal mengurus anak, seorang ayah atau dalam hal ini suami juga sudah mulai ambil peran. Jelas sudah, ini bukanlah sebuah pembaharuan yang mengejutkan.
Akan tetapi melihat kenyataan bahwa ada sebanyak 41% ayah di ASEAN yang sudah ikut membantu anak-anak mereka mengerjakan PR dan 35% suami yang sudah ikut membersihkan rumah, tidakkah kita mulai berpikir bahwa suami kita atau ayah dari anak-anak kita— pun sudah harus mulai dilibatkan dalam urusan rumah tangga, terutama anak? Karenanya, tentu bukanlah sesuatu yang salah bila kita dan pasangan mulai menyepakati satu hal dalam perkawinan: kesepakatan berbagi peran.
Kesepakatan Bersama Yup! Namanya urusan perkawinan atau rumah tangga, segala “pekerjaan rumah” di dalamnya tentu harus dilakukan bersama-sama, berdasarkan kesepakatan bersama pula. It takes two to tango, kata pepatah lama. Jadi bila memang seorang istri sudah terlampau sibuk bekerja, tentu harusnya tak jadi masalah bila sang istri melibatkan suami dalam urusan membacakan dongeng untuk anak, misalnya.
“Kalau berbicara mengenai (pembagian peran) yang ideal, tentu dua-duanya harus samasama melakukan. Ada peran-peran yang perlu disepakati bareng, ada yang kamu kerjakan, ada yang aku kerjakan. Enggak harus sampai tertulis, tapi baik apabila disesuaikan dengan kemampuan masingmasing,” terang Nirmala Ika Kusumaningrum, M.Psi., Psikolog. Mudahnya, kalau suami Anda mau dan mampu membuatkan bekal untuk anak, ya, tentu sah-sah saja.Dan sebaliknya, jika kita sebagai istri lebih memungkinkan untuk mengantar dan menjemput anak, mengapa harus selalu mengandalkan suami?
