Ah, FOMO kembali lagi! Bukan, ya. Ini bukan nama boy band Korea (meski, mungkin banget mereka buat nama grup seperti ini, hehe). FOMO adalah singkatan dari fear of missing out, alias khawatir ketinggalan. Eh, ketinggalan apa? Ya, macammacam: ketinggalan berita, ketinggalan tren, ketinggalan sukses, kalah eksis, dan lain sebagainya. Sesungguhnya, media sosial lah yang membuat FOMO “hidup” di antara kita.
Si A sudah coba tempat makan terbaru, Si B mulai koleksi piring cantik, Si C buka usaha dari hobinya, dan rumah Si D kerennya kayak para selebgram. Nah, kita yang lihat jadi merasa, Kok, kayak ketinggalan tren dan serba kurang daripada mereka, ya? Lalu, pandemi dan karantina mandiri datang. Media massa luar negeri pun bilang FOMO digantikan ROMO! Reality of missing out. Yang tadinya takut ketinggalan, jadi sungguh terjadi. Sebab kita semua memang jadi kehilangan momen-momen luar rumah atau momen-momen hidup “cantik” ala medsos tadi.
Tapi belakangan semakin banyak orang yang keluar rumah untuk berkegiatan sehari-hari. Mereka mulai menjalani hidup di kenormalan baru. Maka, kondisi berubah lagi. Postingan di medsos perlahan kembali seperti dulu, Si FOMO kembali menghantui, dan saya termasuk yang mengalaminya. Melihat teman-teman di medsos sudah melakukan A, B, C, saya merasa ketinggalan.
Melihat mereka tersenyum dan bahagia membagi momen keberhasilan, saya merasa dongkol. Kok, dia bisa A, gue enggak? Bisa jadi Anda berpikir, Ya ampun, Ndy. Gitu aja, kok, jadi masalah banget, sih. Banyak, lo, yang masalahnya lebih pelik dari kamu. Iya, saya tahu. Tapi, Sahabat NOVA…Anda juga pernah merasakannya, kan? Kok, sepertinya dia lebih sukses. Kok, hobi barunya kayak seru banget. Kok, dia sudah bisa jalan-jalan sama keluarga; dan begitu banyak “Kok, dia…” lainnya.
It’s a dangerous game to play. Permainan pikiran macam ini memang sebaiknya tidak kita biarkan berlarut-larut di kepala. Selain bikin stres untuk sesuatu yang sebenarnya tidak perlu, kita juga jadi tidak suportif terhadap pencapaian orang lain. Ujungnya, malah kita bisa jadi seperti para netizen julid bin nyinyir. “Kok, dia…” akan cepat berganti jadi, “Ih, padahal dia kan…”.
Duh, saya enggak mau banget jadi orang semacam ini. Yang seperti “sirik tanda tak mampu”. Saya rasa Sahabat NOVA pun sama. Cerita soal Bunga Zainal yang dituduh hal yang bukan-bukan sampai banyaknya orang yang jadi insecure oleh pencapaian pasangan, semata-mata muncul dari halhal seperti FOMO tadi. Untungnya ini bisa diatasi.
Setiap kali pikiran seperti ini muncul di benak, saya harus ingatkan diri lagi dan lagi bahwa apa yang saya lakukan selama ini juga berarti. Jika belum untuk orang lain, setidaknya buat diri sendiri. Kalau ada Sahabat NOVA yang seperti saya, Anda tak sendiri. Kita bisa, kok, lepas jadi jebakan Si FOMO.
Salam hangat, Indira Dhian Saraswaty