Beberapa waktu lalu, saya sedang mengikuti sebuah acara virtual dengan jumlah orang yang banyak. Tidak massal, karena pesertanya puluhan. Tapi tidak juga intim, sebab yang saya kenal dekat hanya segelintir. Di tengah obrolan, salah satu peserta bercanda menggunakan kata-kata yang vulgar. Celakanya, peserta lain, yang saya kenal, menimpali dengan kalimat yang lebih vulgar lagi. Karena kata dan kalimat yang mereka ucapkan merendahkan perempuan, saya gerah. Saya tidak tahan.
Jadi, saya nyalakan mikofon, dan meminta waktu untuk memberi tanggapan. Setelah saya bicara, acara virtual itu seperti terhenti. Saya pikir koneksi buruk, sehingga saya terputus di tengah bicara. Rupanya tidak. Acara masih berjalan, hanya saja semua seperti diam. Tak bergerak, tak bersuara, kira-kira 1-2 menit. Dalam situasi seperti ini, keheningan 1 menit rasanya seperti 5 menit. Apalagi saya baru saja mengkritik seseorang yang saya kenal, di depan umum, atas bercandaannya yang merendahkan perempuan.
Keheningan ini membuat saya jadi bingung, lalu cemas. Ini saya salah bicara, ya? Orang-orang diam, apa mereka kesal? Jangan-jangan mereka langsung bicarakan saya di belakang? Tidak adanya komentar atau japrian via WhatsApp (WA) atau Chat dari peserta perempuan lain yang saya kenal juga membuat saya deg-degan. Padahal (jujur), saya mengharapkan kata-kata yang membenarkan, menguatkan. Sebab bersuara seperti ini butuh keberanian. Janganjangan bagi mereka saya cuma membesarbesarkan masalah? Akibat dari semua pikiran ini? Rasa bersalah. Hati dan pikiran saya penuh dengan kesedihan karena kesepian. Saya sendirian.
Tak ada yang sependapat. Saya sudah siap japri kenalan yang bercanda hal sensitif tadi untuk minta maaf karena saya menegurnya. Pas sebelum saya klik SEND, dia minta maaf secara terbuka. Kemudian lewat Chat, dia kembali meminta maaf atas kelakarnya yang tidak sopan dan berjanji untuk memperbaiki diri. Tak lama, 1-2 teman perempuan mengirim pesan via WA untuk berterima kasih karena mau menyatakan yang adalah suara hati mereka juga. Hati saya langsung plong! Ah, Sahabat NOVA.
Saya yakin Anda juga pernah mengalami rasa bersalah yang menipu seperti ini. Mungkin sama persis seperti pengalaman saya. Atau mungkin Anda terpaksa pisah dari pasangan yang tidak bertanggung jawab, seperti yang ada di halaman “Tanya Jawab Psikologi” minggu ini. Atau malah hanya karena menjanda, seperti bintang sampul kita, Titi DJ. Anda yakin sudah melakukan sesuatu yang benar, tapi lalu karena situasi dan tidak adanya dukungan, muncul pikiran dan perasaan kalau Anda lah yang salah. Sebagai sesama perempuan, izinkan saya mengatakan bahwa Anda benar dan Anda tidak sendiri. Dukungan ini mungkin datang terlambat, tapi semoga tetap jadi obat ampuh untuk hati Ada yang tengah susah.
Salam hangat, Indira Dhian Saraswaty