Tampilkan di aplikasi

Buku Nuansa Cendekia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Etika dan Asketika ilmu

Kajian filsafat ilmu

1 Pembaca
Rp 45.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 135.000 13%
Rp 39.000 /orang
Rp 117.000

5 Pembaca
Rp 225.000 20%
Rp 36.000 /orang
Rp 180.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Konsep semacam itulah yang hendak dikembangkan oleh gagasan dasar buku ini, sebagai landasan paradigmatik yang mengutuhkan pengetahuan dan pemahaman manusia. Gagasan dasar atau mungkin visi dan misi yang hendak dibangun adalah keutuhan kebenaran dan hilangnya dikotomi antara kebenaran ilmiah dan kebenaran iman.

Hal ini karena keduanya memiliki muara yang sama yakni kebenaran tunggal, kebenaran utuh yang dalam bahasa agama disebut kebenaran Tuhan. Manakala manusia melihat gejala alam, ia tidak berhenti pada pengalaman dan pengetahuan konkret empirik, tetapi menembus apa yang berada di balik fenomena alam tersebut.

Tentu saja maksud dari penulisan buku ini, tidaklah dapat dijalankan secara mulus. Ibarat orang melangkah, dilaluinya lorong sempit dan remang-remang dengan tertatih-tatih. Pengetahuan umum yang sangat kurang, referensi dan buku-buku yang tidak memadai, kelelahan jasmani yang seringkali tiba-tiba datang, kebosanan yang menyergap adalah sekian di antara yang banyak menyebabkan ke-“tertatih”-an tadi.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Achmad Charris Zubair
Editor: Mathori A Elwa / Ika Fibrianti

Penerbit: Nuansa Cendekia
ISBN: 9786023502370
Terbit: Oktober 2015 , 224 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Konsep semacam itulah yang hendak dikembangkan oleh gagasan dasar buku ini, sebagai landasan paradigmatik yang mengutuhkan pengetahuan dan pemahaman manusia. Gagasan dasar atau mungkin visi dan misi yang hendak dibangun adalah keutuhan kebenaran dan hilangnya dikotomi antara kebenaran ilmiah dan kebenaran iman.

Hal ini karena keduanya memiliki muara yang sama yakni kebenaran tunggal, kebenaran utuh yang dalam bahasa agama disebut kebenaran Tuhan. Manakala manusia melihat gejala alam, ia tidak berhenti pada pengalaman dan pengetahuan konkret empirik, tetapi menembus apa yang berada di balik fenomena alam tersebut.

Tentu saja maksud dari penulisan buku ini, tidaklah dapat dijalankan secara mulus. Ibarat orang melangkah, dilaluinya lorong sempit dan remang-remang dengan tertatih-tatih. Pengetahuan umum yang sangat kurang, referensi dan buku-buku yang tidak memadai, kelelahan jasmani yang seringkali tiba-tiba datang, kebosanan yang menyergap adalah sekian di antara yang banyak menyebabkan ke-“tertatih”-an tadi.

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
lmu merupakan fenomena menarik dalam kehidupan manusia, sebab ilmu secara prinsip dapat membedakan antara makhluk tingkat rendah dan makhluk tingkat tinggi, yaitu manusia. Ilmu menjadi furqân, pembeda kualitas antarmakhluk, bahkan kualitas antarmanusia sendiri. Persoalan aktual dan faktual yang dihadapi adalah ilmu manusia “terhenti” pada pemahaman atas gejala konkret-empirik dan terbatas pada hasil pemahaman indera, naluri, dan rasionalitas semata-mata. Definisi ilmiah yang terhenti pada kriteria persyaratan baku seperti: harus sistematik, terstruktur dengan runtut, diperlukan kejelasan metodologis, serta rasional, menunjukkan bahwa kebenaran dianggap sah apabila ditemukan kriteriakriteria tersebut. Padahal kalau kita berpandangan bahwa ilmu adalah jalan penyingkapan menuju kebenaran, dan kebenaran tersebut dapat dicapai dengan berbagai cara, tergantung tingkat realitas yang hendak kita singkap, maka definisi tersebut harus dikritisi dan pastinya memerlukan revisi.

Padahal kalau ilmu memang dimaksudkan sebagai pembuka realitas, maka yang disebut realitas seharusnya tidak hanya berupa benda, fenomena, fakta, data konkret empirik. Banyak hal dalam kehidupan manusia yang merupakan realitas non-empirik bahkan meta-empirik, sehingga diperlukan cara pendekatan atau metode yang berbeda, dan tidak cukup hanya mengandalkan indera, naluri, dan rasionalitas manusia semata-mata. Apalagi pada dasarnya manusia juga memiliki potensi alat yang bila dimanfaatkan secara optimal dapat memahami dan menyingkap kebenaran seluruh realitas. Hal ini karena pada galibnya, ilmu dapat berkembang atas dasar optimalisasi potensi kemanusiaan. Ilmu empirik yang merupakan upaya manusia menyingkap realitas fisik dan biologis sekalipun dapat berkembang karena optimalisasi indera, naluri, dan rasio. Padahal manusia masih memiliki potensi hati nurani dan imajinasi-intuisi yang kalau di-“berdaya”-kan akan menjadi kekuatan luarbiasa dalam memahami kebenaran tingkat human dan transenden.

Konsep semacam itulah yang hendak dikembangkan oleh gagasan dasar buku ini, sebagai landasan paradigmatik yang mengutuhkan pengetahuan dan pemahaman manusia. Gagasan dasar atau mungkin visi dan misi yang hendak dibangun adalah keutuhan kebenaran dan hilangnya dikotomi antara kebenaran ilmiah dan kebenaran iman. Hal ini karena keduanya memiliki muara yang sama yakni kebenaran tunggal, kebenaran utuh yang dalam bahasa agama disebut kebenaran Tuhan. Manakala manusia melihat gejala alam, ia tidak berhenti pada pengalaman dan pengetahuan konkret empirik, tetapi menembus apa yang berada di balik fenomena alam tersebut.

Tentu saja maksud dari penulisan buku ini, tidaklah dapat dijalankan secara mulus. Ibarat orang melangkah, dilaluinya lorong sempit dan remang-remang dengan tertatih-tatih. Pengetahuan umum yang sangat kurang, referensi dan buku-buku yang tidak memadai, kelelahan jasmani yang seringkali tiba-tiba datang, kebosanan yang menyergap adalah sekian di antara yang banyak menyebabkan ke-“tertatih”-an tadi.

Naskah buku ini kebanyakan ditulis dan diketik di kantor Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Untuk itu sepantasnya saya berterimakasih kepada lembaga tempat saya bekerja tersebut; terimakasih untuk fasilitas listriknya, ruang yang tenang dan perpustakaan yang bukunya bebas saya pinjam. Terimakasih juga saya sampaikan kepada:

1) Bapak Noor M. Bakry yang meninggalkan komputernya di kantor dan saya boleh menggunakannya sewaktu-waktu.

2) Sahabat saya, Septiana Dwiputri Maharani yang sehari-hari bertemu di kantor, dengan canda dan inspirasi-inspirasinya, dan kadang-kadang ia malah mentraktir batagor di lembah UGM. Bahkan selaku kolega dosen, ia juga meminjamkan buku-buku yang diperlukan untuk menulis buku ini.

3) Sonjaruri Budiani Trisakti atas banyak buku, referensi dan pendapatnya yang sangat bermutu yang dipinjamkan kepada saya dalam rangka penulisan buku ini.

4) Heri Santoso yang telah membaca naskah ini melalui komputer dan memberikan saran-saran yang cukup berharga untuk menyempurnakannya.

5) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan bagi saya membantu memberikan perkuliahan Filsafat Ilmu.

6) Rekan-rekan mahasiswa Magister Studi Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2001, yang memberikan banyak inspirasi atas tulisan ini. Sebab pada dasarnya buku ini merupakan bahan kuliah yang saya berikan dalam rangka membantu kuliah Filsafat Ilmu di kelas B program tersebut.

Buku ini juga tidak mungkin selesai tanpa rahmat Allah Subhânahu wa ta‘âlâ, sehingga sudah sepatutnya puji syukur dipanjatkan ke hadirat-Nya. Semoga ini semua menjadi bagian dari ketundukan dan ibadah terhadapNya. Kasih sayang dan ketulusan juga perlu saya sampaikan untuk menghargai kesabaran yang luar biasa dari seorang perempuan “luar biasa”, istri yang “luar biasa”, ibu kandung dari anak-anak saya, Jamillatifah binti Ahmad Wardi. Dari lubuk hati paling dalam, saya sampaikan bahwa setiap buku atau karya saya yang diterbitkan, tidak lain adalah persembahan kecil buatnya. Sebab saya sering merasa bahwa selama hidup bersama-sama, tak pernah sekalipun saya berikan materi buatnya. Seringkali saya panjatkan doa, kalau toh ini juga merupakan salah satu bagian dari amal yang tidak terputus. Saya berharap agar pahalanya sebagian besar untuk dia, dan biarlah saya “menikmati” sebagian kecilnya. Selama menjalani hidup bersama-sama, kami memang selalu berbagi rasa suka dan duka, namun seringkali ia lebih banyak menanggung dukanya daripada sukanya.

Daftar Isi

Sampul
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I: Ilmu Pengetahuan sebagai Fenomena Kemanusiaan
Bab II: Manusia dan Kodratnya
Bab III: Struktur Pengetahuan Manusia
Bab IV: Tahapan Realitas Sebagai Obyek Material Ilmu Pengetahuan Manusia
Bab V: Realitas Keilmuan Dewasa Ini
Bab VI: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Dewasa Ini
Bab VII: Etika Ilmu Pengetahuan
BAB VIII: Kebenaran Obyektif dan Subyektif Ilmu Pengetahuan
Bab IX: Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Bab X: Kebenaran Menurut Konsep Islam
Bab XI: Ilmu Pengetahuan yang Bermanfaat
Bab XII : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi: antara Berkah dan Bencana
Bab XIV: Transendentalisasi Ilmu Pengetahuan
Bab XV: Apakah Tuhan Merupakan Realitas Kebenaran Tertinggi yang dapat dicapai Ilmu Pengetahuan?
Daftar Pustaka
Indeks
Tentang Penulis