Tampilkan di aplikasi

Buku Nuansa Cendekia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Proses Kreatif Menulis Cerpen

1 Pembaca
Rp 49.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 147.000 13%
Rp 42.467 /orang
Rp 127.400

5 Pembaca
Rp 245.000 20%
Rp 39.200 /orang
Rp 196.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Melalui buku ini Hermawan Aksan menawarkan sejumlah petunjuk praktis dan sederhana tentang penulisan cerpen. Cocok untuk remaja SMP, SMA, dan mahasiswa baik yang sama sekali belum pernah menulis (cerpen) maupun mereka yang sedang coba-coba menulis. Tentu saja buku ini juga sangat baik dibaca oleh mereka yang sudah menjadi penulis guna mendapatkan tambahan ilmu. Selain itu, cocok digunakan sebagai bahan mengajar para guru.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Hermawan Aksan
Editor: Faiz Manshur / Mathori A Elwa

Penerbit: Nuansa Cendekia
ISBN: 9786023502578
Terbit: Maret 2015 , 212 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Melalui buku ini Hermawan Aksan menawarkan sejumlah petunjuk praktis dan sederhana tentang penulisan cerpen. Cocok untuk remaja SMP, SMA, dan mahasiswa baik yang sama sekali belum pernah menulis (cerpen) maupun mereka yang sedang coba-coba menulis. Tentu saja buku ini juga sangat baik dibaca oleh mereka yang sudah menjadi penulis guna mendapatkan tambahan ilmu. Selain itu, cocok digunakan sebagai bahan mengajar para guru.

Pendahuluan / Prolog

Pengantar Dewi Lestari, Novelis
Banyak orang beranggapan bahwa saya adalah penulis yang tidak suka diedit. Sebetulnya itu opini yang keliru. Saya amat, sangat, suka diedit. Semakin teliti dan semakin banyak kelemahan yang ditunjukkan, saya semakin puas. Karena itu berarti saya berkesempatan belajar lebih banyak, dan itu juga berarti editor saya menjalankan tugasnya dengan baik.

Editor adalah orang pertama yang kita beri kepercayaan untuk melihat manuskrip kita dari sudut pandang segar.

Jika kita sudah terlalu dekat (dan jenuh) dengan tulisan kita sendiri, maka editorlah yang menjadi penangkal kedekatan dan kejenuhan itu.

Dengan kemampuan mereka, akan bermunculanlah berbagai kesalahan, ketidaktepatan, dan “bopeng-bopeng” lain yang sudah tak bisa dilihat oleh para penulis dari karya yang (tadinya) sudah dianggap sempurna itu. Editor dan pengalaman diedit, jika dilakukan secara benar dan berkualitas, adalah pembelajaran yang sangat berharga bagi penulis.

Bagi pembaca buku saya yang ekstra teliti hingga membaca lembar keterangan cetak baris demi baris, pasti tak asing dengan nama Hermawan Aksan. Nama beliau tercantum sebagai editor tak hanya satu kali di buku saya, melainkan berkali-kali. Walaupun tidak ada ikatan kontrak eksklusif antara saya dan Hermawan, bisa dibilang beliau adalah bagian dari tim “tak-tetap-tapi-nyatanya-hampirselalu-tetap” dari produksi buku-buku saya, sebagaimana desainer sampul maupun penata isi buku langganan saya yang orangnya itu-itu lagi dari judul ke judul.

Tentu saja bukan tanpa alasan. Mereka adalah orang yang saya anggap sudah “mengerti” diri saya sebagai penulis, baik secara kreatif maupun teknis. Mereka juga orang-orang yang sangat kompeten dalam bidangnya. Dari mereka, saya pun banyak belajar tentang berbagai macam aspek produksi buku.

Hermawan Aksan memiliki kapabilitas dan posisi yang unik karena beliau aktif sebagai editor sekaligus penulis, bahkan tipe produktif. Dengan kemampuan gandanya, saya tak heran jika buku semacam ini lahir dari tangan Hermawan Aksan. Jika penulis bekerja berdasarkan prinsip kebebasan—bebas berimajinasi, berfantasi, dsb—maka seorang editor bekerja dalam jalur serta pakem yang lebih pasti dan baku. Meski terdengar bertentangan, menurut saya justru penguasaan kedua hal itu adalah skill yang sangat menguntungkan.

Saya terjun ke dalam dunia menulis dengan latar belakang otodidak. Otodidak di sini artinya antara lain: saya tidak punya portofolio penulisan sebelum buku pertama saya (tidak diketahui pernah menang lomba, karyanya tidak pernah diketahui dimuat di media massa), saya tidak datang dari pendidikan formal sastra (titelnya Sarjana Ilmu Politik), saya tidak besar di komunitas sastra (bukan penongkrong acara-acara pembacaan puisi, tidak terdaftar di komunitas budaya apa pun).

Saya menjadi penulis semata-mata karena kecintaan saya pada menulis dan kenekatan saya untuk mewujudkannya dalam buku. Karena itulah, saya cenderung gagap jika ditanya teori tentang menulis. Dan yang paling gelap adalah jika ditanya: “Apa rahasia membuat buku best-seller?”

Banyak buku beredar di luar sana mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan (yang bagi saya) misterius tadi. Namun, jujur, kebanyakan tidak terlalu memuaskan.

Berdasarkan pengalaman saya berkecimpung dalam dunia kepenulisan selama sepuluh tahun terakhir, saya percaya apa yang menjadikan sebuah buku laris dan apa yang membuat imajinasi seorang penulis memikat dan membius pembacanya adalah sesuatu yang tidak bisa dijabarkan secara pasti dan baku hukumnya. Kita bisa saja berspekulasi. Namun yang terpenting dari menulis adalah keberanian menulis itu sendiri. Termasuk di dalamnya, keberanian untuk menghadapi kegagalan sekaligus menangani keberhasilan.

Kendati demikian, sama seperti Hermawan, saya pun percaya bahwa proses menulis bisa terakselerasi dengan adanya panduan, insight, semacam “aturan main” dasar yang sekiranya akan memudahkan seseorang ketika mulai serius menulis. Bahkan, suka duka seorang penulis pun bisa banyak mencerahkan, karena bagaimanapun ada tantangan serupa (tapi tak sama) yang dihadapi semua penulis saat memulai proses kreatifnya.

Buku Hermawan Aksan ini amat bisa membantu. Berbekal pengalamannya sebagai editor, penulis fiksi, penulis nonfiksi, penulis untuk media massa, bahkan menulis dalam Bahasa Sunda, memberikannya warna pengetahuan yang kaya. Di mana pun tahap Anda saat ini dalam menulis—profesional, amatir, amatir menuju profesional, atau sekadar hanya ingin tahu—buku ini akan memberikan banyak gambaran, masukan, sekaligus pengalaman riil yang bermanfaat.

Tak terhitung seringnya saya ditanya trik dan tips dalam menulis. Namun, karena keterbatasan waktu dan keterbatasan media (kalau ditanya lewat Twitter yang cuma bisa muat 140 karakter, bagaimana mungkin saya menjabarkan jawaban dari pertanyaan “Gimana sih caranya mulai nulis?”), tidak semua bisa saya respons.

Namun, kini saya punya cara praktis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu, yakni: “Bacalah buku Proses Kreatif Menulis Cerpen-nya Hermawan Aksan.” Saya menyukai buku ini bukan karena Hermawan Aksan sering menjadi editor saya, melainkan buku ini berusaha menjawab hal-hal dasar dalam menulis tanpa janji berlebih. Realistis dan tidak muluk-muluk. Ditulis secara rapi dan lugas. Bagi saya, itu sudah lebih dari cukup.

Barangkali tidak semua pertanyaan Anda (juga saya) tentang kepenulisan akan terjawab oleh buku ini, tapi saya rasa buku ini pun tidak akan mengecewakan Anda. Lagi pula, menulis hanya bisa kita selami lewat mengalami.

Jadikan buku ini sebagai persinggahan, perenungan, stimulus sejenak bagi hati dan otak, setelah itu, tutuplah dan mulailah menulis.

Serpong, Oktober 2011
Dewi Lestari

Daftar Isi

Sampul
Warna warni Hermawan aksan
Daftar Isi
Kau Cerdas Maka Kau Seksi
Berawal dari Cerpen
Terserah Mau Jenis Cerpen Apa
Unsur-Unsur Fiksi
     Tema
     Alur
     Karakterisasi
Langsung Jadi atau Kerangka Dulu?
Aku, Kau, atau Dia
     Hadiah Magi
Ibarat Etalase
     Gelatik Cerpen Aam Amilia
Memperkaya Isi Cerita
     Menggali Suasana
     Perumpamaan
     Kata Sifat
     Kata-kata yang Bernas
     Dialog yang Padat
     Logika
     Dia Pergi Seperti Angin
Akhir Tertutup dan Terbuka
     Telepon Oleh Anton Chekhov
Judul, Gampang-Gampang Susah
Sunting DuluLah
Bisa dari Pengalaman, Bisa dari Mimpi
     Pengalaman Pribadi
     Sepenggal Peristiwa dalam Kehidupan Pribadi Seseorang
     Obrolan dengan Orang Lain
     Sejarah
     Peristiwa-peristiwa yang Ditulis Koran
     Peristiwa yang Terjadi Secara Kebetulan
     Petualangan
     Gejolak Sosial Politik
     Mimpi
     Pernikahan Minul
Antara Bakat dan Kerja Keras
Tak Perlu Lagi Pos
Perlukah Kenal dengan Redaktur?
Cerpen yang Berkesan
     Beberapa Kesalahan
Tidak Punya Waktu?
Biarkan si Komo Lewat
Membaca Itu Bernapas
Kemampuan Berbahasa
Dari Ide Menjadi Karya
Buku, Bermula dari Sayembara
Karena Terobsesi Dyah Pitaloka
Menulis Buku Cepat
Menyunting Buku
Menerjemahkan
Menjadi Redaktur Cerpen
Tetap di Jalan Pena
Indeks
Lampiran: Daftar Alamat Media Cetak
Tentang Penulis