Pertengahan Januari (14/1) lalu PT. Kawasaki Motor Indonesia (KMI) meluncurkan W175 Cafe, basisnya tentu dari W175. Penambahan nama Cafe merujuk pada aliran cafe racer. Perubahan yang dilakukan di antaranya penambahan visor kecil di atas lampu utama, jok yang lebih tebal di bagian belakang ala buntut tawon khas cafe racer, juga permainan grafis serta beberapa detail kecil.
Bagi sebagian orang, nuansa cafe racer di W175 Cafe ini kurang kuat, tapi kembali lagi ke konsep dari KMI. “Kami ingin memberikan semacam kanvas kosong, bahan untuk modifikasi,” jelas Sucipto Wijono, Line Head Sales and Production Department Marketing and Sales Division KMI saat peluncuran. Baiklah, tapi bagaimana impresi berkendara, performa dan konsumsi bensin W175 Cafe dalam kondisi standar? Kami ulas komplet kali ini, setelah memakainya dua minggu dengan total jarak 750 km. Oiya harga W175 Cafe dipatok Rp 32,6 juta OTR Jadetabekser, lebih mahal Rp 1,5 juta dari W175 varian SE.
Riding position & handling. Duduk di W175 Cafe sebenarnya mendekati konsep cafe racer, khususnya karena posisi setangnya yang cukup rendah, kendati masih pakai pipa bukan clip on atau clubman layaknya cafe racer. Dengan posisi setang rendah, buat yang belum biasa saat awal-awal pakai pasti pergelangan agak pegal. Oiya selain rendah, setangnya juga cukup lebar.
Yang bikin betah sih putaran gasnya enteng dan koplingnya ringan banget. Kalau ingin lebih nyaman dan melupakan konsep cafe racer, ganti saja setangnya dengan yang lebih tinggi. Dengan setang rendah, maka saat duduk badan dipaksa ke depan agar tidak nunduk. Cuma konsekuensinya duduknya mesti maju mentok ke tangki, dan karena tangki lumayan gendut membulat, maka paha jadi mesti mengangkang.
